KOMPAS.com - Wajah Filly (26) ceria. Meskipun lelah
membayang usai menyelesaikan lari maraton 42 kilometer, dia tetap
gembira. Karyawan swasta di kawasan Jalan Gatot Subroto ini merupakan
salah satu peserta Jakarta Marathon 2014 yang diawali dan diakhiri di
kawasan Monas.
”Capek sih. Apalagi ini baru pertama kali saya ikut lari maraton. Biasanya 10 km. Tapi tetap saja asyik. Kapan lagi bisa lari di tengah Jakarta,” ujar Filly yang memperlihatkan medali tanda merampungkan lari maraton ini.
Sehari-harinya, Filly akrab dengan kemacetan Jakarta. Tapi, saat lari digelar, dia bisa menikmati pusat kota Jakarta dengan polusi yang minimal. Kegiatan ini menjadi sesuatu yang menyegarkannya di tengah kesumpekan Jakarta.
”Kalau hari Minggu, saya sering lari juga di Sudirman-Thamrin saat acara Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB). Sekarang lebih asyik lagi karena lokasinya lebih luas,” katanya.
Sayangnya, peserta ditarik biaya yang agak mahal. Filly mengatakan, dirinya mengeluarkan hampir Rp 600.000 untuk ikut acara ini. Padahal, menurut Filly, banyak orang yang tertarik ikut acara serupa, tetapi tidak kuat membayar tiket ikut acara ini.
”Moga-moga, acara serupa lebih banyak lagi, tetapi dengan biaya yang terjangkau sehingga lebih banyak orang bisa ikutan,” katanya.
Kesenangan berlari di tengah Jakarta yang bebas polusi juga dirasakan Tata (31). Perempuan yang bekerja di kawasan Salemba ini bergegas berangkat dari rumah pukul 03.00 menuju Monas demi mengikuti acara ini.
Berlari sejauh 42 kilometer merupakan pengalaman baru bagi Tata. Biasanya, dia lebih senang berlari di alam. Sebab, pemandangan selama berlari lebih bervariasi serta udaranya menyegarkan. Namun, kali ini Tata ikut lari di tengah kota Jakarta karena ingin merasakan segarnya udara di tengah kota.
”Ya, pemandangan sepanjang perjalanan tidak semenarik kalau kita lari di alam. Tadi saya lihat-lihat gedung-gedung yang ada di sepanjang jalan,” katanya.
Namun, hal lain yang menyemangatinya adalah adanya orang-orang yang berdiri dan menyemangati para pelari di sepanjang jalur lari. ”Sebagian memang sukarelawan yang dikerahkan untuk menyemangati para pelari. Tetapi, ada juga warga yang rela bangun pagi untuk melihat kami berlari. Ini yang membuat kami tersenyum dan kembali bersemangat,” katanya.
Sama seperti Filly, Tata juga kerap memanfaatkan pagi yang minim polusi di tengah kota untuk berolahraga saban Minggu pagi. ”Sering kali lari langsung dari rumah di Duren Tiga ke lokasi HBKB. Kadang juga bawa kendaraan ke Monas dan mulai lari di sini saja,” ujar Tata yang kerap menggunakan bus transjakarta dan KRL untuk mengakomodasi perjalanan kerja.
Jakarta yang bebas polusi di hari Minggu juga dinikmati Zainal (35). Pria yang baru 7 bulan hijrah dari Sulawesi Selatan untuk bekerja di Jakarta ini saban Minggu berolahraga di Monas dan sekitarnya saat HBKB.
”Yang saya cari adalah kesenangan saat menikmati Jakarta yang bebas kendaraan. Ini jadi hiburan buat saya,” ujar pria yang merampungkan lari 10 km kemarin.
Dia mengatakan, olahraga merupakan bagian dari kegiatan pelepas penat setelah beraktivitas sepekan. Belum lagi kemacetan harus dihadapi sebagian besar warga.
”Sejak di Jakarta, macet sudah sering saya alami setiap hari,” kata Zainal yang berkantor di Jalan Gatot Subroto itu. Dia juga berharap, Pemprov mau menambah kegiatan bagi publik.
Kebutuhan warga untuk mendapatkan ruang kegiatan yang memadai dibaca juga oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemprov DKI pun terus berupaya menjadikan Jakarta semakin ramah dan nyaman bagi perhelatan budaya, olahraga, dan pariwisata.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Arie Budiman mengatakan, sepanjang 2014 tercatat ada 42 festival.
”Sampai akhir Desember nanti, masih ada sejumlah festival, di antaranya Indonesia Dance Festival dan Jakarta Night Festival. Dengan adanya berbagai festival ini, kota Jakarta akan semakin semarak,” katanya.
Sebagai tujuan wisata, Jakarta telah memiliki sejumlah tempat wisata, seperti Ancol, Kota Tua, dan pusat-pusat perbelanjaan. Kini, Pemprov DKI Jakarta juga akan menjadikan kawasan Monas sebagai pusat kegiatan pariwisata kota.
Perhelatan seperti Jakarta Marathon 2014 juga konser musik, pameran, dan festival bakal lebih banyak dipusatkan di Monas. Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bercita-cita membuat ruang bawah tanah di Monas sebagai ruang pamer bagi produk usaha kecil dan menengah.
Arie mengatakan, untuk mencapai target Jakarta sebagai kota festival, banyak sarana dan prasarana yang harus dibenahi. Pelayanan juga harus ditingkatkan. ”Pariwisata itu intinya melayani aktivitas dan mobilitas wisatawan yang bermacam-macam, seperti liburan atau konferensi. Pelayanan terintegrasi mutlak diperlukan,” ujar Arie. (FRO/ART)
”Capek sih. Apalagi ini baru pertama kali saya ikut lari maraton. Biasanya 10 km. Tapi tetap saja asyik. Kapan lagi bisa lari di tengah Jakarta,” ujar Filly yang memperlihatkan medali tanda merampungkan lari maraton ini.
Sehari-harinya, Filly akrab dengan kemacetan Jakarta. Tapi, saat lari digelar, dia bisa menikmati pusat kota Jakarta dengan polusi yang minimal. Kegiatan ini menjadi sesuatu yang menyegarkannya di tengah kesumpekan Jakarta.
”Kalau hari Minggu, saya sering lari juga di Sudirman-Thamrin saat acara Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB). Sekarang lebih asyik lagi karena lokasinya lebih luas,” katanya.
Sayangnya, peserta ditarik biaya yang agak mahal. Filly mengatakan, dirinya mengeluarkan hampir Rp 600.000 untuk ikut acara ini. Padahal, menurut Filly, banyak orang yang tertarik ikut acara serupa, tetapi tidak kuat membayar tiket ikut acara ini.
”Moga-moga, acara serupa lebih banyak lagi, tetapi dengan biaya yang terjangkau sehingga lebih banyak orang bisa ikutan,” katanya.
Kesenangan berlari di tengah Jakarta yang bebas polusi juga dirasakan Tata (31). Perempuan yang bekerja di kawasan Salemba ini bergegas berangkat dari rumah pukul 03.00 menuju Monas demi mengikuti acara ini.
Berlari sejauh 42 kilometer merupakan pengalaman baru bagi Tata. Biasanya, dia lebih senang berlari di alam. Sebab, pemandangan selama berlari lebih bervariasi serta udaranya menyegarkan. Namun, kali ini Tata ikut lari di tengah kota Jakarta karena ingin merasakan segarnya udara di tengah kota.
”Ya, pemandangan sepanjang perjalanan tidak semenarik kalau kita lari di alam. Tadi saya lihat-lihat gedung-gedung yang ada di sepanjang jalan,” katanya.
Namun, hal lain yang menyemangatinya adalah adanya orang-orang yang berdiri dan menyemangati para pelari di sepanjang jalur lari. ”Sebagian memang sukarelawan yang dikerahkan untuk menyemangati para pelari. Tetapi, ada juga warga yang rela bangun pagi untuk melihat kami berlari. Ini yang membuat kami tersenyum dan kembali bersemangat,” katanya.
Sama seperti Filly, Tata juga kerap memanfaatkan pagi yang minim polusi di tengah kota untuk berolahraga saban Minggu pagi. ”Sering kali lari langsung dari rumah di Duren Tiga ke lokasi HBKB. Kadang juga bawa kendaraan ke Monas dan mulai lari di sini saja,” ujar Tata yang kerap menggunakan bus transjakarta dan KRL untuk mengakomodasi perjalanan kerja.
Jakarta yang bebas polusi di hari Minggu juga dinikmati Zainal (35). Pria yang baru 7 bulan hijrah dari Sulawesi Selatan untuk bekerja di Jakarta ini saban Minggu berolahraga di Monas dan sekitarnya saat HBKB.
”Yang saya cari adalah kesenangan saat menikmati Jakarta yang bebas kendaraan. Ini jadi hiburan buat saya,” ujar pria yang merampungkan lari 10 km kemarin.
Dia mengatakan, olahraga merupakan bagian dari kegiatan pelepas penat setelah beraktivitas sepekan. Belum lagi kemacetan harus dihadapi sebagian besar warga.
”Sejak di Jakarta, macet sudah sering saya alami setiap hari,” kata Zainal yang berkantor di Jalan Gatot Subroto itu. Dia juga berharap, Pemprov mau menambah kegiatan bagi publik.
Kebutuhan warga untuk mendapatkan ruang kegiatan yang memadai dibaca juga oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemprov DKI pun terus berupaya menjadikan Jakarta semakin ramah dan nyaman bagi perhelatan budaya, olahraga, dan pariwisata.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Arie Budiman mengatakan, sepanjang 2014 tercatat ada 42 festival.
”Sampai akhir Desember nanti, masih ada sejumlah festival, di antaranya Indonesia Dance Festival dan Jakarta Night Festival. Dengan adanya berbagai festival ini, kota Jakarta akan semakin semarak,” katanya.
Sebagai tujuan wisata, Jakarta telah memiliki sejumlah tempat wisata, seperti Ancol, Kota Tua, dan pusat-pusat perbelanjaan. Kini, Pemprov DKI Jakarta juga akan menjadikan kawasan Monas sebagai pusat kegiatan pariwisata kota.
Perhelatan seperti Jakarta Marathon 2014 juga konser musik, pameran, dan festival bakal lebih banyak dipusatkan di Monas. Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bercita-cita membuat ruang bawah tanah di Monas sebagai ruang pamer bagi produk usaha kecil dan menengah.
Arie mengatakan, untuk mencapai target Jakarta sebagai kota festival, banyak sarana dan prasarana yang harus dibenahi. Pelayanan juga harus ditingkatkan. ”Pariwisata itu intinya melayani aktivitas dan mobilitas wisatawan yang bermacam-macam, seperti liburan atau konferensi. Pelayanan terintegrasi mutlak diperlukan,” ujar Arie. (FRO/ART)
0 comments:
Post a Comment