Kata Mutiara

Kata Mutiara

Setiap jiwa yang lahir sebenarnya telah menanam benih untuk dapat mencapai puncak kesuksesan hidup. Namun, benih tidak akan tumbuh dengan baik tanpa pupuk yang diberikan bernama keberanian

Orang-orang mungkin akan membenci Anda ketika Anda berbeda dengan mereka, pada kenyataannya tp dalam hati mereka berharap untuk memiliki keberanian seperti Anda

Support by http://berhp.com/
 · 

ibu

Ibu ...

Cintamu, adalah cahaya yang menerangi..
Setiap kegelapan di dunia fana ini..
Kehadiranmu, begitu berharga,.
Bermakna dan berarti..

Tiada hari yg kujalani..
Tanpa sedetik pun tak mengingatmu..
Mengingat sgala pengorbananmu..
Yang tak lelah merawatku..
Yang tak bosan menasehatiku..
Dan tak henti menyangiku, sepanjang usiamu..

Ibu..
Cahaya cintamu, selalu ku nanti..
Bahkan hingga aku mati..
Dan cintamu kan tetap bersinar di hati,.
Kekal dan abadi


motivasi support by http://berhp.com/
 · 

Rumus Kaya dunia adalah dengan bekerja smart dan keras tidak untung-untungan /gambling. Dalam beberapa hari ada juga tentang mencari uang dari rumah, tetapi perlu hati hati dan waspada, karena bisa

Motivasi Cinta

Motivasi Cinta

Cinta bukanlah tentang berapa lama kau mengenal seseorang, melainkan tentang seseorang yang membuatmu tersenyum sejak saat kau mengenalnya

Cinta itu merupakan hal yang aneh, karena disaat kamu mencoba untuk menghapus dia dari hatimu maka ia akan semakin sering muncul dalam hatimu

Cinta sebenarnya tidaklah buta. Cinta merupakan sesuatu yang murni luhur dan diperlukan. Yang buta itu adalah ketika cinta menguasai dirimu tanpa adanya suatu pertimbangan

Dalam cinta, jangan pernah mengharapkan seseorang untuk tetap bersamamu, jika yang kamu beri hanyalah alasan untuk pergi meninggalkanmu

support http://berhp.com/

 · 

Kelenturan Sikap

 
Kelenturan Sikap

Bila kita menganggap bahwa mengatasi setiap persoalan butuh kekuatan pendirian, ketangguhan otot, dan kekerasan kemauan, maka kita separuh benar.

Sebuah batu cadas yang keras hanya bisa segera dihancurkan dengan mengerahkan segenap daya kuat. Oleh karenanya, banyak orang melatih diri agar semakin kuat, semakin tangguh dan semakin tegar.
Namun, seringkali kenyataan tak bisa dihadapi dengan pendirian kuat, atau diatasi dengan ketangguhan otot, atau dipecahkan dengan kemauan keras.

Ada banyak hal yang tak bisa kita terima, namun harus kita terima.
Maka, senantiasa kita membutuhkan sebuah kelenturan sikap.
Bukanlah kelenturan sikap pertkita kelemahan, melainkan sebuah kekuatan untuk menghadapi segala sesuatu sebagaimana ia ada.
Bila kita menganggap bahwa mengatasi persoalan adalah dengan menerima persoalan itu, maka kita menemukan separuh benar yang lain.

motivasi by iphincow
support http://berhp.com/
 · 

Tak Sejalan ...

Tak Sejalan ...

Ketika impian itu tinggallah angan-angan, disaat harapan pupus ditengah jalan, yang ada hanyalah kesedihan
Ku tahu, hidup terkadang memang tak sesuai dengan harapan dan keinginan. Ada rasa iri dalam hati ketika mereka bisa mudah mendapatkan segalanya yang diinginkan, sedangkan aku untuk mendapatkannya harus bersusah payah.
Iri melihat mereka bisa bersekolah tinggi menggapai cita-cita tertawa bahagia, sedangkan  diri ini bekerja keras untuk terus hidup ..

Tuhan... Kapan diri ini akan bahagia? Dalam keheningan malam ku teteskan air mata, meratapi hidup yang tak sesuai harapan dan keinginan

Namun..aku tetap bahagia meski hidup ini serba kekurangan,tak pernah aku menyusahkan oranglain, kerja keras ku untuk kebahagiaan orangtuaku karena ku tahu mereka tak menginginkan gelar tinggi dan segudang materi, cukup kita selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki ...

motivasi support http://tergaptek.com/
 · 

Mempertaruhkan Hidup

Mempertaruhkan Hidup

Di depan para muridnya, seorang guru menceritakan pengalaman bertemu dengan seseorang veteran prajurit mantan penerbang Perang Dunia II.

Pada suatu hari, prajurit tersebut harus menggarap proyek jalan lintas hutan di Myanmar.

Jarak tempuh penerbangan tersebut cukup jauh dan lama.
Untuk menghilangkan kebosanan sekaligus memanfaatkan waktu luang, para pekerja itu bermain judi dengan kartu.
Awalnya mereka bertaruh dengan mata uang dan harta yang melekat pada badannya.

Nah, semakin lama lantaran tidak ada lagi yang dipertaruhkan, mereka bertaruh dengan hidupnya. Yang kalah harus terjun ke luar pesawat tanpa menggunakan parasut. Bayangkan!

“Alangkah mengerikan dan kejamnya mereka!” teriak seorang murid mendengar cerita tersebut. “Memang benar,” jawab Guru, “Tapi dengan begitu justru permainan akan menjadi semakin asyik!”

Kemudian ia melanjutkan bicara, “Engkau baru bisa mensyukuri hidup bila pernah mempertaruhkannya.“

motivasi by iphincow

support http://berhp.com/
 · 

Masalah Adalah Tantangan

Masalah Adalah Tantangan

Bila kita menganggap masalah sebagai beban, kita mungkin akan menghindarinya. Bila kita menganggap masalah sebagai tantangan, kita mungkin akan menghadapinya. Namun, masalah adalah hadiah yang dapat kita terima dengan suka cita. Dengan pandangan tajam, kita melihat keberhasilan dibalik setiap masalah.
Masalah adalah anak tangga menuju kekuatan yang lebih tinggi. Maka, hadapilah dan ubahlah menjadi kekuatan untuk sukses.
Tanpa masalah, kita tak layak memasuki jalur keberhasilan. Bahkan hidup ini pun masalah, karena itu terimalah sebagai hadiah.

Hadiah terbesar yang dapat diberikan oleh induk elang pada anak-anaknya bukanlah serpihan-serpihan makanan pagi. Bukan pula, eraman hangat di malam-malam yang dingin. Namun, ketika mereka melempar anak-anak itu dari tebing yang tinggi.
Detik pertama anak-anak elang itu menganggap induk mereka sungguh keterlaluan, menjerit ketakutan, matilah aku! Sesaat kemudian, bukan kematian yang kita terima, namun kesejatian diri sebagai elang, yaitu terbang.

Bila kita tak berani mengatasi masalah, kita tak akan menjadi seseorang yang sejati.

motivasi by iphincow
support http://tergaptek.com/

Inti Semua Kebijaksanaan

Inti Semua Kebijaksanaan

Konon, ada seorang raja muda yang pandai. Ia memerintahkan semua mahaguru terkemuka dalam kerajaannya untuk berkumpul dan menulis semua kebijaksanaan dunia ini. Mereka segera mengerjakannya dan empat puluh tahun kemudian, mereka telah menghasilkan ribuan buku berisi kebijaksanaan.

Raja itu, yang pada saat itu telah mencapai usia enam puluh tahun, berkata kepada mereka, “Saya tidak mungkin dapat membaca ribuan buku. Ringkaslah dasar-dasar semua kebijaksanaan itu.”
Setelah sepuluh tahun bekerja, para mahaguru itu berhasil meringkas seluruh kebijaksanaan dunia dalam seratus jilid.

“Itu masih terlalu banyak,” kata sang raja. “Saya telah berusia tujuh puluh tahun. Peraslah semua kebijaksanaan itu ke dalam inti yang paling dasariah.

Maka orang-orang bijak itu mencoba lagi dan memeras semua kebijaksanaan di dunia ini ke dalam hanya satu buku.
Tapi pada waktu itu raja berbaring di tempat tidur kematiannya.

Maka pemimpin kelompok mahaguru itu memeras lagi kebijaksanaan-kebijaksanaan itu ke dalam hanya satu pernyataan, “Manusia hidup, lalu menderita, kemudian mati. Satu-satunya hal yang tetap bertahan adalah cinta.”

motivasi by iphincow
support http://berhp.com/

Cerita Lucu Uang Kembalian

Cerita Lucu Uang Kembalian

Kereta api berhenti di stasiun Karawang sebelum melanjutkan perjalanannya. Pak Urip menjulurkan kepala lewat jendela. Seorang anak kecil berdiri dekat jendela. "Jang, jang, jang " panggilnya.

Anak itu mendekat. Pak Urip mengulurkan uang seribu rupiah, "Minta tolong di belikan dua potong roti, satu untuk kamu," katanya. Si anak pergi namun lama baru kembali sambil mengunyah roti. Ia mengembalikan uang lima ratus rupiahnya.

"Pak, roti yang ini tinggal satu-satunya di warung. Jadi terpaksa saya beli. Kembaliannya ini buat Bapak," katanya. Lalu ia sambil mengunyah roti pergi meninggalkan bapak Urip.

Pak Urip pun bingung melihat Si Ujang pergi meninggalkan dirinya....., padahal yang nyuruh beliin roti kan pak Urip.

Kasihan Pak Urip ya dikerjain ama Si Ujang  hahaha...


Met siang temen-temen,




http://www.jasaseobali.com
 · 

* Mengapa Allah Merahasiakan Mati? *

* Mengapa Allah Merahasiakan Mati? *

Mati pasti akan terjadi dan dihadapi oleh yang hidup. Hanya saja tidak akan pernah dapat mati itu ditentukan. Mematikan adalah hak absolut yang dimiliki oleh Yang Menghidupkan. Mengapa Allah merahasiakannya?

1. Agar kita tidak CINTA DUNIA. Agar kita tidak cinta pada sesuatu yang PASTI TIADA. Jangan sampai ada mahluk, benda, jabatan yang menjadi penghalang kita dari Allah, karena sesuatu mahluk, benda, jabatan pasti akan diambil oleh yang menitipkannya

2. Supaya kita tidak menunda AMAL. Kita tidak pernah tahu akan mati. Detik selanjutnya dari setelah aku kirim email ini atau satu jam lagi, satu hari lagi, minggu depan, bulan depan atau tahun depan, semua dirahasikan Tuhan agar kita tidak menunda semua perbuatan baik yang akan kita lakukan, tobat yang kita lakukan,
maaf yang kita ucapkan.

3. Mencegah Maksiat. Orang akan wafat sesuai dengan kebiasaannya.
Ingat sinetron Rahasia Illahi, kan? Jadi …. Ga mau kan kita mati ketika sedang berbuat dosa??? pasti semua orang ingin kembali dalam khusnul khotimah

4. Agar menjadi orang yang cerdas. Karena hanya orang yang cerdas yang tahu bagaimana mempersiapkan mati. Yaitu dengan merubah apa yang fana ini menjadi sesuatu yang kekal. Misalnya, gaji kita yg fana, gimana caranya bisa jadi kekal? nomor satu, tabungan akhiratnya harus dilaksanakan! Untuk investasi masa depan kita

Taushiyah Lainnya (Dalam usaha Persiapan Akhirat)
a. Orang yang mampu, tapi tidak mau naik haji, matinya tidak dalam islam;
b. Menunda tidak bisa sempurnakan amal, karena tiap waktu sudah ada takdirnya masing-masing.
c. Jangan memderita memikirkan yang sudah tiada, karena yakinlah Allah Maha Tahu segala kebutuhan kita, dan Allah Maha Mencukupi.
d. Rahasia amal, adalah niat dari amalan itu. alangkah ruginya manusia yang pontang-panting mengejar sesuatu yang tidak jelas niatnya.

Semoga Bermanfaat.



http://goo.gl/sriUKS
 · 

Ada 3 hal yang tidak bisa dibeli di dunia ini yaitu :

Ada 3 hal yang tidak bisa dibeli di dunia ini yaitu :

1. Kesehatan
2. Kebahagiaan
3. Sinyal HP


Met Sore Semua...




http://matrasboneka.net/
 · 

Dosa

Dosa

Orang yang beriman dan bertakwa selalu menganggap besar dosa-dosanya, meskipun dosa yang dilakukannya tergolong dosa kecil. Mereka merasa terbebani dengan dosa tersebut dan menganggap besar kekurangan dirinya di sisi Allah Azza Wa Jalla.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Janganlah kamu meremehkan dosa, seperti kaum yang singgah di perut lembah. Lalu seseorang datang membawa ranting dan seorang lainnya lagi datang membawa ranting sehingga mereka dapat menanak roti mereka. Kapan saja orang yang melakukan suatu dosa menganggap remeh dosa, maka ia (dosa itu) dapat membinasakannya” (HR. Ahmad dengan sanad hasan)

Ibnu Mas’ud berkata, “Orang beriman melihat dosa-dosanya seolah-olah ia duduk dibawah gunung, ia takut gunung tersebut menimpanya. Sedangkan orang yang fajir (suka berbuat dosa) melihat dosanya seperti lalat yang lewat di depan hidungnya.”

Bilal bin Sa’d mengatakan: “Jangan kamu melihat pada kecilnya dosa, tetapi lihatlah kepada siapa kamu bermaksiat.”

ampuni kami yaa Rabb

Percayalah, laki² yang baik akan berjodoh dengan perempuan yang baik pula, begitu juga sebaliknya.

Jangan Mujaharah

Jangan Mujaharah

Mujaharah adalah melakukan kemaksiatan dan menceritakan kemaksiatan tersebut kepada manusia.

Pelaku maksiat yang mujaharah lebih besar dosanya daripada yang melakukan dosa tanpa mujaharah.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Semua umatku dimaafkan kecuali mujahirun (orang yang terang-terangan dalam bermaksiat). Termasuk mujaharah ialah seseorang yang melakukan suatu amal (keburukan) pada malam hari kemudian pada pagi harinya ia membeberkannya, padahal Allah telah menutupinya, ia berkata, ‘Wahai fulan, tadi malam aku telah melakukan demikian dan demikian.’ Pada malam hari Tuhannya telah menutupi kesalahannya tetapi pada pagi harinya ia membuka tabir Allah yang menutupinya.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

BAHAYA BERDUSTA ATAS NAMA NABI (LARANGAN MENYEBARKAN HADITS PALSU)

BAHAYA BERDUSTA ATAS NAMA NABI (LARANGAN MENYEBARKAN HADITS PALSU)

Hendaknya sebelum menyebarkan hadist kita perlu mengeceknya terlebih dahulu sanad dan matannya, apakah shahih atau tidak, karena jika sengaja menyebarkan hadits palsu sama dengan berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk dosa besar, terlebih lagi jika hadits palsu tersebut sengaja disebarkan untuk dijadikan dalil dari amalan-amalan bid'ah.

Imam Adz Dzahabi dalam kitab beliau Al Kabair (mengenai dosa-dosa besar) berkata, “Berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu bentuk kekufuran yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Tidak ragu lagi bahwa siapa saja yang sengaja berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal berarti ia melakukan kekufuran. Adapun perkara yang dibahas kali ini adalah untuk bentuk dusta selain itu.”

Beberapa dalil yang dibawakan oleh Imam Adz Dzahabi adalah sebagai berikut.

Dari Al Mughirah, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4).

Dalam hadits yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ  بنيَ لَهُ بَيْتٌ فِي جَهَنَّمَ

“Barangsiapa berdusta atas namaku, maka akan dibangunkan baginya rumah di (neraka) Jahannam.” (HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir)

Imam Dzahabi juga membawakan hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang berkata atas namaku padahal aku sendiri tidak mengatakannya, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka.”

Dalam hadits lainnya disebutkan pula,

يُطْبَعُ الْمُؤْمِنُ عَلَى الْخِلاَلِ كُلِّهَا إِلاَّ الْخِيَانَةَ وَالْكَذِبَ

“Seorang mukmin memiliki tabiat yang baik kecuali khianat dan dusta.” (HR. Ahmad 5: 252. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dhoif)

Dari ‘Ali, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ رَوَى عَنِّى حَدِيثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبَيْنِ

“Siapa yang meriwayatkan dariku suatu hadits yang ia menduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari dua pendusta (karena meriwayatkannya).” (HR. Muslim dalam muqoddimah kitab shahihnya pada Bab “Wajibnya meriwayatkan dari orang yang tsiqoh terpercaya, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 39. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Setelah membawakan hadits-hadits di atas, Imam Adz Dzahabi berkata, “Dengan ini menjadi jelas dan teranglah bahwa meriwayatkan hadits maudhu’ dari perowi pendusta (hadits palsu) tidaklah dibolehkan.” (Lihat kitab Al Kabair karya Imam Adz Dzahabi, terbitan Maktabah Darul Bayan, cetakan kelima, tahun 1418 H, hal. 28-29).

Pembahasan ini bermaksud menunjukkan bahayanya menyampaikan hadits-hadits palsu yang tidak ada asal usulnya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.
 · 

PAHALA SEDEKAH KEPADA MAYIT

PAHALA SEDEKAH KEPADA MAYIT

Menghadiahkan pahala sedekah untuk mayit termasuk praktik yang dibolehkan dan pahalanya bisa sampai kepada mayit. Di antara dalil tegas dalam masalah ini adalah hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوصِ، وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ، أَفَلَهَا أَجْرٌ، إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ تَصَدَّقْ عَنْهَا»

“Ibuku mati mendadak, sementara beliau belum berwasiat. Saya yakin, andaikan beliau sempat berbicara, beliau akan bersedekah. Apakah beliau akan mendapat aliran pahala, jika saya bersedekah atas nama beliau?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya. Bersedekahlah atas nama ibumu.” (HR. Bukhari 1388 dan Muslim 1004)

Dalam hadis yang lain, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwa ibunya Sa’d bin Ubadah meninggal dunia, ketika Sa’d tidak ada di rumah. Sa’d berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا، أَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ»

“Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dan ketika itu aku tidak hadir. Apakah dia mendapat aliran pahala jika aku bersedekah harta atas nama beliau?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” (HR. Bukhari 2756)

Hadis-hadis di atas menjadi dalil bahwa pahala sedekah atas nama mayit bisa sampai kepada mayit. Bahkan kata Imam Nawawi bahwa pahala sedekah ini bisa sampai kepada mayit dengan sepakat ulama. (Syarh Shahih Muslim, 7:90)

Sebagian kalangan, menjadikan hadis di atas sebagai dalil bolehnya tahlilan, kenduri arwah, peringatan kematian, atau yasinan di rumah duka, dengan bilangan hari tertentu. Mereka beranggapan bahwa kegiatan ini ditopang berbagai dalil dan bahkan kesepakatan ulama, sebagaimana keterangan Imam Nawawi.

Jelas ini adalah pendapat yang salah, jika tidak dikatakan 100% salah. Orang yang berpendapat demikian, tidak bisa membedakan antara sedekah atas nama mayit dengan peringatan kematian di rumah duka. Anda yang membaca hadis di atas tentu sepakat bahwa dalam hadis tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyarankan agar dilakukan acara tertentu ketika bersedekah. Artinya, kapanpun, bagaimanapun, dimanapun sedekah itu dilakukan, jika itu atas nama mayit, insya Allah pahalanya akan sampai kepada mayit.

Seorang mukmin ketika ditanya, apakah sedekah harus menggunakan acara tahlilan dan yasinan, kemudian kumpul di rumah mayit??
Mereka akan menjawab: Tidak harus…!

Bahkan, jika dibandingkan, manakah yang lebih mendekati ikhlas, sedekah dengan mengundang tetangga ataukah sedekah diam-diam tanpa diketahui banyak orang?

Setiap mukmin akan menjawab, diam-diam itu lebih mendekati ikhlas, dan insya Allah pahalanya lebih besar. Apalagi jika sedekah yang Anda berikan itu digunakan untuk proyek dakwah yang pahalanya lebih permanen. Seperti untuk pendidikan Islam, penyebaran ilmu, pembangunan masjid, dan tempat ibadah, dll. Pahala yang sampai kepada mayit akan lebih permanen dan lebih lama.

Daripada sedekah itu diwujudkan dalam bentuk nasi dan makanan, dan itupun merata ke semua tetangga. Padahal, umumnya acara tahlilan, sedekahnya dalam bentuk nasi dan makanan. Tragisnya, ketika yang menerima ‘bingkisan sedekah’ atas nama jenazah itu adalah orangn kaya, ternyata makanan itu diberikan ke ayamnya atau dijemur untuk dijadikan nasi aking. Ya, bisa jadi, kira-kira begitu nasib sedekah Anda yang sebarkan melalui acara tahlilan.

Dalil tegas yang mengharamkan peringatan kematian

Dari sahabat Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

«كُنَّا نَرَى الِاجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ مِنَ النِّيَاحَةِ»

“Kami menilai berkumpulnya banyak orang di rumah keluarga mayit, dan membuatkan makanan (untuk peserta tahlilan), setelah jenazah dimakamkan adalah bagian dari niyahah (meratapi mayit).” (HR. Ahmad 6905 dan Ibn Majah 1612)

Pernyataan ini disampaikan oleh sahabat Jarir, menceritakan keadaan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat) sepakat, acara kumpul dan makan-makan di rumah duka setelah pemakanan termasuk meratapi mayat. Artinya, mereka sepakat untuk menyatakan haramnya praktik tersebut. Karena, niyahah (meratap) termasuk hal yang dilarang.
 · 

MENGENAL IMAM BUKHARI RAHIMAHULLAH

MENGENAL IMAM BUKHARI RAHIMAHULLAH

Nama dan Nasabnya

Beliau bernama Muhammad, putra dari Isma’il bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Ju’fi, biasa dipanggil dengan sebutan Abu ‘Abdillah. Beliau dilahirkan pada hari Jum’at setelah shalat Jum’at 13 Syawwal 194 H di Bukhara (Bukarest). Ketika masih kecil, ayahnya yaitu Isma’il sudah meninggal sehingga dia pun diasuh oleh sang ibu. Ghinjar dan Al-Lalika’i menceritakan bahwa ketika kecil kedua mata Bukhari buta. Suatu ketika ibunya bermimpi melihat Nabi Ibrahim berkata kepadanya, “Wahai ibu, sesungguhnya Allah telah memulihkan penglihatan putramu karena banyaknya doa yang kamu panjatkan kepada-Nya.” Pagi harinya dia dapati penglihatan anaknya telah sembuh (lihat Hadyu Sari, hal. 640)

Sanjungan Para Ulama Kepadanya

Abu Mush’ab rahimahullah (di dalam cetakan tertulis Abu Mu’shab, sepertinya ini salah tulis karena dalam kalimat sesudahya ditulis Abu Mush’ab, pent) Ahmad bin Abi Bakr Az Zuhri mengatakan, “Muhammad bin Isma’il (Bukhari) lebih fakih dan lebih mengerti hadits dalam pandangan kami daripada Imam Ahmad bin Hambal.” Salah seorang teman duduknya berkata kepadanya, “Kamu terlalu berlebihan.” Kemudian Abu Mush’ab justru mengatakan, “Seandainya aku bertemu dengan Malik (lebih senior daripada Imam Ahmad, pent) dan aku pandang wajahnya dengan wajah Muhammad bin Isma’il niscaya aku akan mengatakan: Kedua orang ini sama dalam hal hadits dan fiqih.” (Hadyu Sari, hal. 646)

Qutaibah bin Sa’id rahimahullah mengatakan, “Aku telah duduk bersama para ahli fikih, ahli zuhud, dan ahli ibadah. Aku belum pernah melihat semenjak aku bisa berpikir ada seorang manusia yang seperti Muhammad bin Isma’il. Dia di masanya seperti halnya Umar di kalangan para sahabat.” (Hadyu Sari, hal. 646)

Muhammad bin Yusuf Al Hamdani rahimahullah menceritakan: Suatu saat Qutaibah ditanya tentang kasus “perceraian dalam keadaan mabuk”, lalu masuklah Muhammad bin Isma’il ke ruangan tersebut. Seketika itu pula Qutaibah mengatakan kepada si penanya, “Inilah Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahawaih, dan Ali bin Madini yang telah dihadirkan oleh Allah untuk menjawab pertanyaanmu.” Seraya mengisyaratkan kepada Bukhari (Hadyu Sari, hal. 646)

Ahmad bin Hambal rahimahullah mengatakan, “Negeri Khurasan belum pernah melahirkan orang yang seperti Muhammad bin Isma’il.” (Hadyu Sari, hal. 647)

Bundar Muhammad bin Basyar rahimahullah mengatakan tentang Bukhari, “Dia adalah makhluk Allah yang paling fakih di zaman kami.” (Hadyu Sari, hal. 647)

Hasyid bin Isma’il rahimahullah menceritakan: Ketika aku berada di Bashrah aku mendengar kedatangan Muhammad bin Isma’il. Ketika dia datang, Muhammad bin Basyar pun mengatakan, “Hari ini telah datang seorang pemimpin para fuqoha’.” (Hadyu Sari, hal. 647)

Muslim bin Hajjaj rahimahullah penulis Shahih Muslim, murid Imam Bukhari mengatakan, “Aku bersaksi bahwa di dunia ini tidak ada orang yang seperti dirimu (yaitu seperti Bukhari).” (Hadyu Sari, hal. 650)

Kekuatan Hafalan Imam Bukhari dan Kecerdasannya

Muhammad bin Abi Hatim Warraq Al Bukhari menceritakan: Aku mendengar Bukhari mengatakan, “Aku mendapatkan ilham untuk menghafal hadits ketika aku masih berada di sekolah baca tulis (kuttab).” Aku berkata kepadanya, “Berapakah umurmu ketika itu?” Dia menjawab, “Sepuluh tahun atau kurang dari itu. Kemudian setelah lulus dari Kuttab, aku pun bolak-balik menghadiri majelis haditsnya Ad-Dakhili dan ulama hadits lainnya. Suatu hari tatkala membacakan hadits di hadapan orang-orang dia (Ad-Dakhili) mengatakan, ‘Sufyan meriwayatkan dari Abu Zubair dari Ibrahim.’ Maka aku katakan kepadanya, ‘Sesungguhnya Abu Zubair tidak meriwayatkan dari Ibrahim.’ Maka dia pun menghardikku, lalu aku berkata kepadanya, ‘Rujuklah kepada sumber aslinya, jika kamu punya.’ Kemudian dia pun masuk dan melihat kitabnya lantas kembali dan berkata, ‘Bagaimana kamu bisa tahu wahai anak muda?’ Aku menjawab, ‘Dia adalah Az Zubair (bukan Abu Zubair, pen). Nama aslinya Ibnu Adi yang meriwayatkan hadits dari Ibrahim.’ Kemudian dia pun mengambil pena dan membenarkan catatannya. Dan dia pun berkata kepadaku, ‘Kamu benar’. Menanggapi cerita tersebut, Bukhari ini Warraq berkata, “Biasa, itulah sifat manusia. Ketika membantahnya umurmu berapa?” Bukhari menjawab, “Sebelas tahun.” (Hadyu Sari, hal. 640)

Hasyid bin Isma’il menceritakan: Dahulu Bukhari biasa ikut bersama kami bolak-balik menghadiri pelajaran para masayikh (para ulama) di Bashrah, pada saat itu dia masih kecil. Dia tidak pernah mencatat, sampai-sampai berlalu beberapa hari lamanya. Setelah 6 hari berlalu kami pun mencela kelakuannya. Menanggapi hal itu dia mengatakan, “Kalian merasa memiliki lebih banyak hadits daripada aku. Cobalah kalian tunjukkan kepadaku hadits-hadits yang telah kalian tulis.” Maka kami pun mengeluarkan catatan-catatan hadits tersebut. Lalu ternyata dia menambahkan hadits yang lain lagi sebanyak lima belas ribu hadits. Dia membacakan hadits-hadits itu semua dengan ingatan (di luar kepala), sampai-sampai kami pun akhirnya harus membetulkan catatan-catatan kami yang salah dengan berpedoman kepada hafalannya (Hadyu Sari, hal. 641)

Muhammad bin Al Azhar As Sijistani rahimahullah menceritakan: Dahulu aku ikut hadir dalam majelis Sulaiman bin Harb sedangkan Bukhari juga ikut bersama kami. Dia hanya mendengarkan dan tidak mencatat. Ada orang yang bertanya kepada sebagian orang yang hadir ketika itu, “Mengapa dia tidak mencatat?” Maka orang itu pun menjawab, “Dia akan kembali ke Bukhara dan menulisnya berdasarkan hafalannya.” (Hadyu Sari, hal. 641)

Suatu ketika Bukhari rahimahullah datang ke Baghdad. Para ulama hadits yang ada di sana mendengar kedatangannya dan ingin menguji kekuatan hafalannya. Mereka pun mempersiapkan seratus buah hadits yang telah dibolak-balikkan isi hadits dan sanadnya, matan yang satu ditukar dengan matan yang lain, sanad yang satu ditukar dengan sanad yang lain. Kemudian seratus hadits ini dibagi kepada 10 orang yang masing-masing bertugas menanyakan 10 hadits yang berbeda kepada Bukhari. Setiap kali salah seorang di antara mereka menanyakan kepadanya tentang hadits yang mereka bawakan, maka Bukhari menjawab dengan jawaban yang sama, “Aku tidak mengetahuinya.” Setelah sepuluh orang ini selesai, maka gantian Bukhari yang berkata kepada 10 orang tersebut satu persatu, “Adapun hadits yang kamu bawakan bunyinya demikian. Namun hadits yang benar adalah demikian.” Hal itu beliau lakukan kepada sepuluh orang tersebut. Semua sanad dan matan hadits beliau kembalikan kepada tempatnya masing-masing dan beliau mampu mengulangi hadits yang telah dibolak-balikkan itu hanya dengan sekali dengar. Sehingga para ulama pun mengakui kehebatan hafalan Bukhari dan tingginya kedudukan beliau (lihat Hadyu Sari, hal. 652)

Muhammad bin Hamdawaih rahimahullah menceritakan: Aku pernah mendengar Bukhari mengatakan, “Aku hafal seratus ribu hadits sahih.” (Hadyu Sari, hal. 654). Bukhari rahimahullah mengatakan, “Aku menyusun kitab Al-Jami’ (Shahih Bukhari, pent) ini dari enam ratus ribu hadits yang telah aku dapatkan dalam waktu enam belas tahun dan aku akan menjadikannya sebagai hujjah antara diriku dengan Allah.” (Hadyu Sari, hal. 656)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menuturkan bahwa apabila Bukhari membaca Al-Qur’an maka hati, pandangan, dan pendengarannya sibuk menikmati bacaannya, dia memikirkan perumpamaan-perumpamaan yang terdapat di dalamnya, dan mengetahui hukum halal dan haramnya (lihat Hadyu Sari, hal. 650)

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membalas jasa-jasa beliau dengan sebaik-baik balasan dan memasukkannya ke dalam Surga Firdaus yang tinggi. Dan semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang dapat melanjutkan perjuangannya dalam membela Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyebarkannya kepada umat manusia. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
 · 

MENGOBATI KESURUPAN DENGAN SANDAL

 
MENGOBATI KESURUPAN DENGAN SANDAL

Berkata ‘Ali bin Al Mikri : “Suatu saat saya ketika berada di Masjid Imam Ahmad bin Hanbal, Al Mutawakkil (khalifah) mengutus seorang temannya ke Imam Ahmad, ia beritahukan bahwa ia memiliki seorang anak gadis yang kesurupan, dan meminta agar Imam Ahmad mendoakannya agar sembuh, maka Imam Ahmad mengeluarkan sandal jepit dari kayu yang khusus untuk dip…akai berwudhu’, lalu diberikanlah ke teman tersebut, dan beliau berkata : “Datanglah ke kediaman Amirul Mu’minin, dan engkau duduklah di sisi kepala anak wanita itu, dan katakan padanya : “bahwa Ahmad berpesan kepadamu : “Mana yang engkau senangi, keluar dari tubuh anak gadis ini ataukah ditampar dengan sandal ini?”.

Dan akhirnya berangkatlah ia, dan iapun mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad. Berkatalah (jin) yang merasukinya melalui lidah anak gadis itu : ”Saya tunduk dan patuh, jika sekiranya Ahmad menyuruh kami untuk tidak menetap di Irak tidaklah kami menetap di Irak, dikarenakan ia seorang yang ta’at kepada Allah dan barang siapa yang ta’at kepada Allah segala sesuatu akan ta’at kepadanya. Dan Ia pun keluar dari tubuh anak gadis itu. Dan anak gadis itu menjadi tenang, lalu menikah dan diberkati keturunan yang banyak”.

Setelah Imam Ahmad wafat, (jin) yang pernah merasuki anak gadis itu kembali lagi (ke dalam tubuh anak gadis tersebut), maka Al Mutawakkil mengutus seorang temannya kepada Abu Bakar Al Marrudzi, dan diceritakan tentang keadaan ini, lalu Al Marrudzi mengambil sandal jepit pula, dan iapun kembali ke anak gadis itu, dan sepertinya (jin) Ifrit berbicara dengan lidah anak gadis itu : “Saya tidak akan keluar dari anak gadis ini, dan tidak akan tunduk padamu dan tidak akan menerima darimu, adapun Ahmad bin Hanbal ta’at kepada Allah maka kamipun diperintahkan agar mematuhinya”. (Ath Thabaqat 1/ 232 – 233)
 · 

PERDEBATAN IMAM AHMAD DENGAN AHLI BID'AH

PERDEBATAN IMAM AHMAD DENGAN AHLI BID'AH

Berkata Al Muhtadi Billah Muhammad bin Al Watsiq (anak dari sang khalifah Al Watsiq):
“Dahulu ayahku (khalifah Al Watsiq) bila hendak membunuh seseorang, ia mengajak kami menyaksikannya. Suatu saat dihadapkan kepadanya seorang tua yang disemir rambutnya dalam keadaan terikat”. (Orang tua ini adalah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal atau Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah).

Ayahku itu berkata: “Ijinkan Abu Abdillah (yaitu Ibnu Abi Duwwad, seorang ulama dan tokoh Mu’tazilah yang menyakini bahwa Al Qur’an adalah makhluk, kuniyahnya/julukannya sama dengan imam Ahmad) beserta para sahabatnya untuk masuk”.

Maka masuklah orang tua itu (Imam Ahmad).

Orang tua itu berucap: “Assalamu’alaika Yaa Amiral Mukminin”. (semoga keselamatan atas dirimu).

Beliau (Al Watsiq) menjawab: “Laa Sallamallahu ‘Alaika.” (semoga Allah tidak memberikan keselamatan atas kamu).

Lelaki itu kontan menanggapi: “Sungguh jelek cara kamu memberikn salam. Padahal Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).” (An Nisaa’ : 86).
Dan Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam juga memerintahkan kita membalas salam!”

Ayahku pun membalas salamnya:”Wa Alaikas salam!” balasnya, kemudian berkata kepada Ibnu Abi Duwwad: ”Tanyalah kepadanya!”

Syaikh itu berkata: ”Wahai Amirul Mukminin, saya dalam keadaan terikat seperti ini, saya mengerjakan shalat dalam sel penjara dengan bertayamum, saya tidak diberi air. Lepaskanlah dahulu ikatan saya ini dan berilah saya air agar saya dapat bersuci dan mengerjakan shalat setelah itu tanyalah apa yang ingin ditanyakan padaku.”

Lalu ayahku memerintahkan para pengawal agar melepas ikatannya dan memberinya air. Syaikh itupun berwudhu lalu mengerjakan shalat. Kemudian ayahku berkata kepada Ibnu Abi Duwad: “Tanyalah kepadanya!”

Ibnu Abi Duwwad berkomentar: “ Lelaki itu (Imam Ahmad) pandai bersilat lidah.”

Maka ayahku berkata: “Ajaklah ia bicara.”

Ibnu Abi Duwwad bertanya: “ Apa pendapatmu tentang Al Qur’an?”

Lelaki tua itu menjawab: “Dia tidak bersikap adil terhadapku. Aku yang seharusnya bertanya.”
Ayahku (Al Watsiq) berkata: “Tanyalah ke Ibnu Abi Duwwad.”

Lelaki itu bertanya: “Apa pendapatmu tentang Al Qur’an?”

Ibnu Abi Duwwad menjawab: “ Al Qur’an itu makhluk (bukan kalam Illahi)!”

Syaikh (lelaki tua) itu bertanya lagi: “Apakah ucapan itu adalah sesuatu yang sudah diketahui oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar dan Al Khulafa’ Ar Rasyidun yang lain atau belum?”

Ibnu Abi Duwwad menjawab: ”Belum.”

Lelaki itu berkata: “Maha Suci Allah, sesuatu (masalah agama) yang tidak diketahui Nabi, namun kamu mengetahuinya?!”

Ibnu Abi Duwwad menjadi malu. Lalu ia berkata: “Beri aku kesempatan lagi!”

Lelaki tua itu berkata lagi: “Pertanyaannya tetap sama.”

Ibnu Abi Duwwad menjawab: “Ya, mereka telah mengetahuinya.”

Lelaki tua itu bertanya lagi: “Mereka mengetahuinya, namun tidak mendakwahkannya kepada manusia?”

Ibnu Abi Duwwad menjawab: “Iya”.

Lelaki tua itu bertanya lagi: “Apakah yang cukup mereka lakukan tidak cukup bagimu?”

Syaikh itu berkata lagi : “Suatu perkara yang tidak didakwahkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam ,tidak pula Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radhiallahu anhum, lalu Anda mendakwahkannya kepada umat manusia?? Tidak bisa tidak Anda harus berkata: ”Mereka (Para shahabat) mengetahuinya atau mereka tidak mengetahuinya”. Jika Anda katakan :”Mereka mengetahuinya! Namun mereka tidak menyuarakannya, maka cukuplah bagi kita semua apa yang telah cukup bagi mereka, yaitu tidak menyuarakannya!!  Jika Anda katakan: ”Mereka tidak mengetahuinya! Tetapi sayalah yang mengetahuinya! Maka sungguh celaka Anda ini!! Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam dan para khulafaur Rasyidin radhiallahu anhum tidak mengetahuinya sementara Anda dan rekan-rekan Anda mengetahuinya!!”

Al Muhtadi berkata: ”Saya lihat ayahku langsung berdiri dan masuk ke dalam taman, ia tertawa sambil menutup wajahnya dengan bajunya dan berkata: ”Benar juga, tidak bisa tidak, kita harus mengatakan: ”Mereka mengetahuinya atau mereka tidak mengetahuinya”. Jika kita katakan: ”Mereka mengetahuinya! Namun mereka tidak menyuarakannya, maka cukuplah bagi kita semua apa yang telah cukup bagi mereka, yaitu tidak menyuarakannya! Jika kita katakan: “Mereka TIDAK mengetahuinya! Andalah yang mengetahuinya, maka sungguh celaka kita ini!! Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam dan para Khulafaur Rasyidin radhiallahu anhum tidak mengetahuinya sementara Anda dan rekan Anda mengetahuinya?!”

Kemudian ayahku berkata: ”Hai Ahmad!”

“Laabaika! Jawabnya.

“Bukan kamu yang saya maksud,tapi Ahmad bin Abi Duwad! sahut ayahku.

Maka Ibnu Abi Duwad pun segera mendatanginya, ayahku berkata: ”Berilah Syaikh ini nafkah dan keluarkanlah dari negeri kita!”

[Dalam riwayat as Siyaar: ”Beliau lalu menyuruh orang membuka ikatan lelaki tua itu dan memberikan kepadanya 400 dinar,lalu mengijinkannya pulang. Semenjak itu Ibnu Abi Duwad dipandang sebelah mata (jatuh pamor) oleh Khalifah Al Watsiq, dan setelah itu ayahku tidak pernah menguji orang dengan keyakinan sesat tersebut.]

Dalam riwayat lain: Al Muhtadi berkata: sayapun insyaf dari keyakinan sesat tersebut dan saya kira semenjak saat itu ayah sayapun insyaf darinya”

(Imam Adz Dzahabi meriwayatkan kisah ini dari Al Muhtadi Billah Muhammad bin Al Watsiq, anak sang khalifah Al Watsiq di kitabnya Siyaru A’laamin Nubalaa’ juz XI :312)

EPISODE SEBELUMNYA:

Berkata Sulaiman bin ‘Abdillah As Sijziy : “Saya pernah mendatangi pintu gerbang kediaman Al Mu’tashim –Billah-, dan waktu itu banyak orang yang berdesakan didepan gerbang kediamannya, bagaikan hari Besar/Ied. Maka sayapun bergegas memasuki kediaman-nya, dan terlihat olehku hamparan permadani dan singgasana yang diletakkan diatasnya. Lantas sayapun berdiri di salah satu sisi singgasana itu. Sewaktu saya telah berdiri, datanglah Al Mu’tashim lalu duduk diatas singgasananya. Dan ia melepaskan sebuah sandalnya dan meletakkan salah satu kakinya diatas kaki lainnya, lalu ia berkata : “Datangkan Ahmad bin Hanbal!”. Maka didatangkanlah beliau. Sewaktu beliau telah dihadapkan didepan Al Mu’tashim, beliau mengucapkan salam kepadanya.

Berkatalah Al Mu’tashim kepada beliau : “Wahai Ahmad berbicaralah dan jangan takut”.

Imam Ahmad bin Hanbal berujar : “Demi Allah! Wahai Amirul Mu’minin, saya telah menghadap kepada engkau, dan tiada sedikitpun walau sebesar biji didalam hati ku rasa takut”.

Berkata Al Mu’tashim : “Bagaimanakah pendapatmu tentang Al Qur’an?”

Imam Ahmad menjawab : “Kalamullah, sifat yang terdahulu pada dzat Allah dan bukanlah makhluk. Firman Allah –’azza wajalla-

( وَ إِنْ أَحَدٌ مِنْ المُشْرِكِيْنَ اسْتَجَارَكَ فَاَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللهِ )

“Dan jika salah seorang dari kalangan musyrikin berada disampingmu, maka beradalah disampingnya hingga ia mendengarkan Kalamullah”

Berkata Al Mu’tashim kepada beliau : “Adakah hujjah yang engkau ketahui selainnya?”

Berkata Imam Ahmad : “Masih, wahai Amirul Mu’minin, firman Allah;

( الرَّحْمَنُ عَلَّّمَ القُرْآنَ )

“Ar Rahman dialah Dzat yang mengajarkan Al Qur’an )”

Dan Allah tidak berfirman : (Ar Rahman yang menciptakan Al Qur’an)

Dan firman Allah –’azza wajalla- ;

( يَس وَالقُرْآنِ الحَكِيْمِ )

“Yasiin. Demi Al Qur’an yang Hakiim”

Dan Allah tidaklah berfirman : (yasiin. Demi Al Qur’an yang dia itu makhluq)

Berkata Al Mu’tashim : “Kalian penjarakanlah ia !”.

Maka beliau dipenjarakan, dan akhirnya orang-orang pada berpencar. Keesokan harinya saya-pun menuju kekediaman Al Mu’tashim. Orang-orang telah dipersilahkan memasuki kediamannnya, dan saya pun masuk bersama dengan mereka. Dan Al Mu’tashim pun datang dan segera duduk di singgasananya.

Ia berkata : “Datangkan kemari Ahmad bin Hanbal!”

Maka dihadapkanlah Imam Ahmad bin Hanbal, sewaktu beliau telah berada dihadapan Al Mu’tashim, berkata Al Mu’tashim kepada beliau : “Bagaimana keadaanmu semalam wahai Ahmad di tempat peristirahatan engkau?”

Beliau menjawab : “Dalam keadaan baik Alhamdulillah, hanya saja wahai Amirul Mu’minin saya mendapati hal yang mengherankan ditempat peristirahatanku”.

Berkata Al Mu’tashim kepada beliau : “Apa yang engkau dapati?”.

Berkata Imam Ahmad : “Saya malam itu terbangun, lalu bergegas berwudhu’ untuk melaksanakan sholat, dan saya pun melaksanakan sholat dua raka’at. Pada raka’at pertama saya membaca ; ( الحَمْدُ لِلهِ ) dan ( قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ ) dan pada raka’at kedua saya membaca ; ( الحَمْدُ للهِ ) dan (قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الفَلَقِ ) lalu saya duduk dan bertasyahud hingga saya salam. Setelah itu saya melanjutkannya untuk sholat, lalu saya bertakbir dan membaca; ( الحَمْدُ للهِ ) dan ketika saya berkehendak membaca ( قُلْ هُوَ اللهُ أَحَد ) tidaklah saya sanggup melakukannya, lantas saya mencoba membaca ayat selainnya dari bacaan Al Qur’an dan sayapun tidak sanggup. Maka saya hamparkan pandanganku setiap sudut penjara, dan ternyata saya dapati di salah satu sudutnya Al Qur’an tergeletak telah meninggal, maka saya memandikannya dan saya kafani setelah itu saya shalati dan menguburkannya”.

Berkata Al Mu’tashim kepada beliau : “Celakalah engkau wahai Ahmad! Al Qur’an meninggal?”.

Berkata Imam Ahmad kepadanya : “Demikian juga halnya denganmu, engkau mengatakan: “Bahwa Al Qur’an makhluk dan setiap makhluk tentulah akan meninggal”.

Berkatalah Al Mu’tashim : “Ahmad telah memojokkan kami, Ahmad telah memojokkan kami!”.

Berkata Ibnu Abi Duwad dan Bisyr Al Mirrisiy : “Bunuhlah ia, agar kita terbebas darinya”.

Berkata Al Mu’tashim : “Sungguhlah saya bersumpah kepada Allah tidak akan saya membunuhnya dengan pedang dan tidak juga menyuruh seorangpun membunuhnya dengan pedang”.

Berkata Ibnu Abi Duwad kepada Amirul Mu’minin : “Deralah dia dengan cambuk!”.

Berkata Al Mu’tashim : “Baiklah”, Lalu Ia berkata : “Datangkanlah para tukang dera!”.

Maka didatangkanlah mereka. Lantas berkata Al Mu’tashim kepada salah seorang dari mereka : “Berapa kali cambukan engkau dapat membunuhnya?”. Ia menyahut : “Sepuluh kali wahai Amirul Mu’minin”.

Berkatalah Al Mu’tashim : “Ambillah ia bagimu”.

Berkata Sulaiman As Sijzi : “Maka ditanggalkanlah pakaian Imam Ahmad bin Hanbal, dan tinggallah beliau hanya mengenakan sarung dari kain katun, dan kedua tangan beliau diikat dengan dua tali yang masih baru. Lalu Algojo itu mengambil cambuk pada kedua tangannya sembari berkata : “Apakah saya boleh memulai mencambuknya, Amirul Mu’minin?”.

Berkata Al Mu’tashim : “Cambuklah ia!”. Lalu Algojo itu mencambuk Imam Ahmad…

(Ath Thabaqat 1/ 163 – 167 dan juga 1/ 335 – 336).
 · 

About me

MENUJU MASA DEPAN

Photostream

Blogger templates