Kata Mutiara

Kata Mutiara

Setiap jiwa yang lahir sebenarnya telah menanam benih untuk dapat mencapai puncak kesuksesan hidup. Namun, benih tidak akan tumbuh dengan baik tanpa pupuk yang diberikan bernama keberanian

Orang-orang mungkin akan membenci Anda ketika Anda berbeda dengan mereka, pada kenyataannya tp dalam hati mereka berharap untuk memiliki keberanian seperti Anda

Support by http://berhp.com/
 · 

ibu

Ibu ...

Cintamu, adalah cahaya yang menerangi..
Setiap kegelapan di dunia fana ini..
Kehadiranmu, begitu berharga,.
Bermakna dan berarti..

Tiada hari yg kujalani..
Tanpa sedetik pun tak mengingatmu..
Mengingat sgala pengorbananmu..
Yang tak lelah merawatku..
Yang tak bosan menasehatiku..
Dan tak henti menyangiku, sepanjang usiamu..

Ibu..
Cahaya cintamu, selalu ku nanti..
Bahkan hingga aku mati..
Dan cintamu kan tetap bersinar di hati,.
Kekal dan abadi


motivasi support by http://berhp.com/
 · 

Rumus Kaya dunia adalah dengan bekerja smart dan keras tidak untung-untungan /gambling. Dalam beberapa hari ada juga tentang mencari uang dari rumah, tetapi perlu hati hati dan waspada, karena bisa

Motivasi Cinta

Motivasi Cinta

Cinta bukanlah tentang berapa lama kau mengenal seseorang, melainkan tentang seseorang yang membuatmu tersenyum sejak saat kau mengenalnya

Cinta itu merupakan hal yang aneh, karena disaat kamu mencoba untuk menghapus dia dari hatimu maka ia akan semakin sering muncul dalam hatimu

Cinta sebenarnya tidaklah buta. Cinta merupakan sesuatu yang murni luhur dan diperlukan. Yang buta itu adalah ketika cinta menguasai dirimu tanpa adanya suatu pertimbangan

Dalam cinta, jangan pernah mengharapkan seseorang untuk tetap bersamamu, jika yang kamu beri hanyalah alasan untuk pergi meninggalkanmu

support http://berhp.com/

 · 

Kelenturan Sikap

 
Kelenturan Sikap

Bila kita menganggap bahwa mengatasi setiap persoalan butuh kekuatan pendirian, ketangguhan otot, dan kekerasan kemauan, maka kita separuh benar.

Sebuah batu cadas yang keras hanya bisa segera dihancurkan dengan mengerahkan segenap daya kuat. Oleh karenanya, banyak orang melatih diri agar semakin kuat, semakin tangguh dan semakin tegar.
Namun, seringkali kenyataan tak bisa dihadapi dengan pendirian kuat, atau diatasi dengan ketangguhan otot, atau dipecahkan dengan kemauan keras.

Ada banyak hal yang tak bisa kita terima, namun harus kita terima.
Maka, senantiasa kita membutuhkan sebuah kelenturan sikap.
Bukanlah kelenturan sikap pertkita kelemahan, melainkan sebuah kekuatan untuk menghadapi segala sesuatu sebagaimana ia ada.
Bila kita menganggap bahwa mengatasi persoalan adalah dengan menerima persoalan itu, maka kita menemukan separuh benar yang lain.

motivasi by iphincow
support http://berhp.com/
 · 

Tak Sejalan ...

Tak Sejalan ...

Ketika impian itu tinggallah angan-angan, disaat harapan pupus ditengah jalan, yang ada hanyalah kesedihan
Ku tahu, hidup terkadang memang tak sesuai dengan harapan dan keinginan. Ada rasa iri dalam hati ketika mereka bisa mudah mendapatkan segalanya yang diinginkan, sedangkan aku untuk mendapatkannya harus bersusah payah.
Iri melihat mereka bisa bersekolah tinggi menggapai cita-cita tertawa bahagia, sedangkan  diri ini bekerja keras untuk terus hidup ..

Tuhan... Kapan diri ini akan bahagia? Dalam keheningan malam ku teteskan air mata, meratapi hidup yang tak sesuai harapan dan keinginan

Namun..aku tetap bahagia meski hidup ini serba kekurangan,tak pernah aku menyusahkan oranglain, kerja keras ku untuk kebahagiaan orangtuaku karena ku tahu mereka tak menginginkan gelar tinggi dan segudang materi, cukup kita selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki ...

motivasi support http://tergaptek.com/
 · 

Mempertaruhkan Hidup

Mempertaruhkan Hidup

Di depan para muridnya, seorang guru menceritakan pengalaman bertemu dengan seseorang veteran prajurit mantan penerbang Perang Dunia II.

Pada suatu hari, prajurit tersebut harus menggarap proyek jalan lintas hutan di Myanmar.

Jarak tempuh penerbangan tersebut cukup jauh dan lama.
Untuk menghilangkan kebosanan sekaligus memanfaatkan waktu luang, para pekerja itu bermain judi dengan kartu.
Awalnya mereka bertaruh dengan mata uang dan harta yang melekat pada badannya.

Nah, semakin lama lantaran tidak ada lagi yang dipertaruhkan, mereka bertaruh dengan hidupnya. Yang kalah harus terjun ke luar pesawat tanpa menggunakan parasut. Bayangkan!

“Alangkah mengerikan dan kejamnya mereka!” teriak seorang murid mendengar cerita tersebut. “Memang benar,” jawab Guru, “Tapi dengan begitu justru permainan akan menjadi semakin asyik!”

Kemudian ia melanjutkan bicara, “Engkau baru bisa mensyukuri hidup bila pernah mempertaruhkannya.“

motivasi by iphincow

support http://berhp.com/
 · 

Masalah Adalah Tantangan

Masalah Adalah Tantangan

Bila kita menganggap masalah sebagai beban, kita mungkin akan menghindarinya. Bila kita menganggap masalah sebagai tantangan, kita mungkin akan menghadapinya. Namun, masalah adalah hadiah yang dapat kita terima dengan suka cita. Dengan pandangan tajam, kita melihat keberhasilan dibalik setiap masalah.
Masalah adalah anak tangga menuju kekuatan yang lebih tinggi. Maka, hadapilah dan ubahlah menjadi kekuatan untuk sukses.
Tanpa masalah, kita tak layak memasuki jalur keberhasilan. Bahkan hidup ini pun masalah, karena itu terimalah sebagai hadiah.

Hadiah terbesar yang dapat diberikan oleh induk elang pada anak-anaknya bukanlah serpihan-serpihan makanan pagi. Bukan pula, eraman hangat di malam-malam yang dingin. Namun, ketika mereka melempar anak-anak itu dari tebing yang tinggi.
Detik pertama anak-anak elang itu menganggap induk mereka sungguh keterlaluan, menjerit ketakutan, matilah aku! Sesaat kemudian, bukan kematian yang kita terima, namun kesejatian diri sebagai elang, yaitu terbang.

Bila kita tak berani mengatasi masalah, kita tak akan menjadi seseorang yang sejati.

motivasi by iphincow
support http://tergaptek.com/

Inti Semua Kebijaksanaan

Inti Semua Kebijaksanaan

Konon, ada seorang raja muda yang pandai. Ia memerintahkan semua mahaguru terkemuka dalam kerajaannya untuk berkumpul dan menulis semua kebijaksanaan dunia ini. Mereka segera mengerjakannya dan empat puluh tahun kemudian, mereka telah menghasilkan ribuan buku berisi kebijaksanaan.

Raja itu, yang pada saat itu telah mencapai usia enam puluh tahun, berkata kepada mereka, “Saya tidak mungkin dapat membaca ribuan buku. Ringkaslah dasar-dasar semua kebijaksanaan itu.”
Setelah sepuluh tahun bekerja, para mahaguru itu berhasil meringkas seluruh kebijaksanaan dunia dalam seratus jilid.

“Itu masih terlalu banyak,” kata sang raja. “Saya telah berusia tujuh puluh tahun. Peraslah semua kebijaksanaan itu ke dalam inti yang paling dasariah.

Maka orang-orang bijak itu mencoba lagi dan memeras semua kebijaksanaan di dunia ini ke dalam hanya satu buku.
Tapi pada waktu itu raja berbaring di tempat tidur kematiannya.

Maka pemimpin kelompok mahaguru itu memeras lagi kebijaksanaan-kebijaksanaan itu ke dalam hanya satu pernyataan, “Manusia hidup, lalu menderita, kemudian mati. Satu-satunya hal yang tetap bertahan adalah cinta.”

motivasi by iphincow
support http://berhp.com/

Cerita Lucu Uang Kembalian

Cerita Lucu Uang Kembalian

Kereta api berhenti di stasiun Karawang sebelum melanjutkan perjalanannya. Pak Urip menjulurkan kepala lewat jendela. Seorang anak kecil berdiri dekat jendela. "Jang, jang, jang " panggilnya.

Anak itu mendekat. Pak Urip mengulurkan uang seribu rupiah, "Minta tolong di belikan dua potong roti, satu untuk kamu," katanya. Si anak pergi namun lama baru kembali sambil mengunyah roti. Ia mengembalikan uang lima ratus rupiahnya.

"Pak, roti yang ini tinggal satu-satunya di warung. Jadi terpaksa saya beli. Kembaliannya ini buat Bapak," katanya. Lalu ia sambil mengunyah roti pergi meninggalkan bapak Urip.

Pak Urip pun bingung melihat Si Ujang pergi meninggalkan dirinya....., padahal yang nyuruh beliin roti kan pak Urip.

Kasihan Pak Urip ya dikerjain ama Si Ujang  hahaha...


Met siang temen-temen,




http://www.jasaseobali.com
 · 

* Mengapa Allah Merahasiakan Mati? *

* Mengapa Allah Merahasiakan Mati? *

Mati pasti akan terjadi dan dihadapi oleh yang hidup. Hanya saja tidak akan pernah dapat mati itu ditentukan. Mematikan adalah hak absolut yang dimiliki oleh Yang Menghidupkan. Mengapa Allah merahasiakannya?

1. Agar kita tidak CINTA DUNIA. Agar kita tidak cinta pada sesuatu yang PASTI TIADA. Jangan sampai ada mahluk, benda, jabatan yang menjadi penghalang kita dari Allah, karena sesuatu mahluk, benda, jabatan pasti akan diambil oleh yang menitipkannya

2. Supaya kita tidak menunda AMAL. Kita tidak pernah tahu akan mati. Detik selanjutnya dari setelah aku kirim email ini atau satu jam lagi, satu hari lagi, minggu depan, bulan depan atau tahun depan, semua dirahasikan Tuhan agar kita tidak menunda semua perbuatan baik yang akan kita lakukan, tobat yang kita lakukan,
maaf yang kita ucapkan.

3. Mencegah Maksiat. Orang akan wafat sesuai dengan kebiasaannya.
Ingat sinetron Rahasia Illahi, kan? Jadi …. Ga mau kan kita mati ketika sedang berbuat dosa??? pasti semua orang ingin kembali dalam khusnul khotimah

4. Agar menjadi orang yang cerdas. Karena hanya orang yang cerdas yang tahu bagaimana mempersiapkan mati. Yaitu dengan merubah apa yang fana ini menjadi sesuatu yang kekal. Misalnya, gaji kita yg fana, gimana caranya bisa jadi kekal? nomor satu, tabungan akhiratnya harus dilaksanakan! Untuk investasi masa depan kita

Taushiyah Lainnya (Dalam usaha Persiapan Akhirat)
a. Orang yang mampu, tapi tidak mau naik haji, matinya tidak dalam islam;
b. Menunda tidak bisa sempurnakan amal, karena tiap waktu sudah ada takdirnya masing-masing.
c. Jangan memderita memikirkan yang sudah tiada, karena yakinlah Allah Maha Tahu segala kebutuhan kita, dan Allah Maha Mencukupi.
d. Rahasia amal, adalah niat dari amalan itu. alangkah ruginya manusia yang pontang-panting mengejar sesuatu yang tidak jelas niatnya.

Semoga Bermanfaat.



http://goo.gl/sriUKS
 · 

Ada 3 hal yang tidak bisa dibeli di dunia ini yaitu :

Ada 3 hal yang tidak bisa dibeli di dunia ini yaitu :

1. Kesehatan
2. Kebahagiaan
3. Sinyal HP


Met Sore Semua...




http://matrasboneka.net/
 · 

Dosa

Dosa

Orang yang beriman dan bertakwa selalu menganggap besar dosa-dosanya, meskipun dosa yang dilakukannya tergolong dosa kecil. Mereka merasa terbebani dengan dosa tersebut dan menganggap besar kekurangan dirinya di sisi Allah Azza Wa Jalla.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Janganlah kamu meremehkan dosa, seperti kaum yang singgah di perut lembah. Lalu seseorang datang membawa ranting dan seorang lainnya lagi datang membawa ranting sehingga mereka dapat menanak roti mereka. Kapan saja orang yang melakukan suatu dosa menganggap remeh dosa, maka ia (dosa itu) dapat membinasakannya” (HR. Ahmad dengan sanad hasan)

Ibnu Mas’ud berkata, “Orang beriman melihat dosa-dosanya seolah-olah ia duduk dibawah gunung, ia takut gunung tersebut menimpanya. Sedangkan orang yang fajir (suka berbuat dosa) melihat dosanya seperti lalat yang lewat di depan hidungnya.”

Bilal bin Sa’d mengatakan: “Jangan kamu melihat pada kecilnya dosa, tetapi lihatlah kepada siapa kamu bermaksiat.”

ampuni kami yaa Rabb

Percayalah, laki² yang baik akan berjodoh dengan perempuan yang baik pula, begitu juga sebaliknya.

Jangan Mujaharah

Jangan Mujaharah

Mujaharah adalah melakukan kemaksiatan dan menceritakan kemaksiatan tersebut kepada manusia.

Pelaku maksiat yang mujaharah lebih besar dosanya daripada yang melakukan dosa tanpa mujaharah.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Semua umatku dimaafkan kecuali mujahirun (orang yang terang-terangan dalam bermaksiat). Termasuk mujaharah ialah seseorang yang melakukan suatu amal (keburukan) pada malam hari kemudian pada pagi harinya ia membeberkannya, padahal Allah telah menutupinya, ia berkata, ‘Wahai fulan, tadi malam aku telah melakukan demikian dan demikian.’ Pada malam hari Tuhannya telah menutupi kesalahannya tetapi pada pagi harinya ia membuka tabir Allah yang menutupinya.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

BAHAYA BERDUSTA ATAS NAMA NABI (LARANGAN MENYEBARKAN HADITS PALSU)

BAHAYA BERDUSTA ATAS NAMA NABI (LARANGAN MENYEBARKAN HADITS PALSU)

Hendaknya sebelum menyebarkan hadist kita perlu mengeceknya terlebih dahulu sanad dan matannya, apakah shahih atau tidak, karena jika sengaja menyebarkan hadits palsu sama dengan berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk dosa besar, terlebih lagi jika hadits palsu tersebut sengaja disebarkan untuk dijadikan dalil dari amalan-amalan bid'ah.

Imam Adz Dzahabi dalam kitab beliau Al Kabair (mengenai dosa-dosa besar) berkata, “Berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu bentuk kekufuran yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Tidak ragu lagi bahwa siapa saja yang sengaja berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal berarti ia melakukan kekufuran. Adapun perkara yang dibahas kali ini adalah untuk bentuk dusta selain itu.”

Beberapa dalil yang dibawakan oleh Imam Adz Dzahabi adalah sebagai berikut.

Dari Al Mughirah, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4).

Dalam hadits yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ  بنيَ لَهُ بَيْتٌ فِي جَهَنَّمَ

“Barangsiapa berdusta atas namaku, maka akan dibangunkan baginya rumah di (neraka) Jahannam.” (HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir)

Imam Dzahabi juga membawakan hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang berkata atas namaku padahal aku sendiri tidak mengatakannya, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka.”

Dalam hadits lainnya disebutkan pula,

يُطْبَعُ الْمُؤْمِنُ عَلَى الْخِلاَلِ كُلِّهَا إِلاَّ الْخِيَانَةَ وَالْكَذِبَ

“Seorang mukmin memiliki tabiat yang baik kecuali khianat dan dusta.” (HR. Ahmad 5: 252. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dhoif)

Dari ‘Ali, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ رَوَى عَنِّى حَدِيثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبَيْنِ

“Siapa yang meriwayatkan dariku suatu hadits yang ia menduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari dua pendusta (karena meriwayatkannya).” (HR. Muslim dalam muqoddimah kitab shahihnya pada Bab “Wajibnya meriwayatkan dari orang yang tsiqoh terpercaya, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 39. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Setelah membawakan hadits-hadits di atas, Imam Adz Dzahabi berkata, “Dengan ini menjadi jelas dan teranglah bahwa meriwayatkan hadits maudhu’ dari perowi pendusta (hadits palsu) tidaklah dibolehkan.” (Lihat kitab Al Kabair karya Imam Adz Dzahabi, terbitan Maktabah Darul Bayan, cetakan kelima, tahun 1418 H, hal. 28-29).

Pembahasan ini bermaksud menunjukkan bahayanya menyampaikan hadits-hadits palsu yang tidak ada asal usulnya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.
 · 

PAHALA SEDEKAH KEPADA MAYIT

PAHALA SEDEKAH KEPADA MAYIT

Menghadiahkan pahala sedekah untuk mayit termasuk praktik yang dibolehkan dan pahalanya bisa sampai kepada mayit. Di antara dalil tegas dalam masalah ini adalah hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوصِ، وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ، أَفَلَهَا أَجْرٌ، إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ تَصَدَّقْ عَنْهَا»

“Ibuku mati mendadak, sementara beliau belum berwasiat. Saya yakin, andaikan beliau sempat berbicara, beliau akan bersedekah. Apakah beliau akan mendapat aliran pahala, jika saya bersedekah atas nama beliau?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya. Bersedekahlah atas nama ibumu.” (HR. Bukhari 1388 dan Muslim 1004)

Dalam hadis yang lain, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwa ibunya Sa’d bin Ubadah meninggal dunia, ketika Sa’d tidak ada di rumah. Sa’d berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا، أَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ»

“Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dan ketika itu aku tidak hadir. Apakah dia mendapat aliran pahala jika aku bersedekah harta atas nama beliau?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” (HR. Bukhari 2756)

Hadis-hadis di atas menjadi dalil bahwa pahala sedekah atas nama mayit bisa sampai kepada mayit. Bahkan kata Imam Nawawi bahwa pahala sedekah ini bisa sampai kepada mayit dengan sepakat ulama. (Syarh Shahih Muslim, 7:90)

Sebagian kalangan, menjadikan hadis di atas sebagai dalil bolehnya tahlilan, kenduri arwah, peringatan kematian, atau yasinan di rumah duka, dengan bilangan hari tertentu. Mereka beranggapan bahwa kegiatan ini ditopang berbagai dalil dan bahkan kesepakatan ulama, sebagaimana keterangan Imam Nawawi.

Jelas ini adalah pendapat yang salah, jika tidak dikatakan 100% salah. Orang yang berpendapat demikian, tidak bisa membedakan antara sedekah atas nama mayit dengan peringatan kematian di rumah duka. Anda yang membaca hadis di atas tentu sepakat bahwa dalam hadis tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyarankan agar dilakukan acara tertentu ketika bersedekah. Artinya, kapanpun, bagaimanapun, dimanapun sedekah itu dilakukan, jika itu atas nama mayit, insya Allah pahalanya akan sampai kepada mayit.

Seorang mukmin ketika ditanya, apakah sedekah harus menggunakan acara tahlilan dan yasinan, kemudian kumpul di rumah mayit??
Mereka akan menjawab: Tidak harus…!

Bahkan, jika dibandingkan, manakah yang lebih mendekati ikhlas, sedekah dengan mengundang tetangga ataukah sedekah diam-diam tanpa diketahui banyak orang?

Setiap mukmin akan menjawab, diam-diam itu lebih mendekati ikhlas, dan insya Allah pahalanya lebih besar. Apalagi jika sedekah yang Anda berikan itu digunakan untuk proyek dakwah yang pahalanya lebih permanen. Seperti untuk pendidikan Islam, penyebaran ilmu, pembangunan masjid, dan tempat ibadah, dll. Pahala yang sampai kepada mayit akan lebih permanen dan lebih lama.

Daripada sedekah itu diwujudkan dalam bentuk nasi dan makanan, dan itupun merata ke semua tetangga. Padahal, umumnya acara tahlilan, sedekahnya dalam bentuk nasi dan makanan. Tragisnya, ketika yang menerima ‘bingkisan sedekah’ atas nama jenazah itu adalah orangn kaya, ternyata makanan itu diberikan ke ayamnya atau dijemur untuk dijadikan nasi aking. Ya, bisa jadi, kira-kira begitu nasib sedekah Anda yang sebarkan melalui acara tahlilan.

Dalil tegas yang mengharamkan peringatan kematian

Dari sahabat Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

«كُنَّا نَرَى الِاجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ مِنَ النِّيَاحَةِ»

“Kami menilai berkumpulnya banyak orang di rumah keluarga mayit, dan membuatkan makanan (untuk peserta tahlilan), setelah jenazah dimakamkan adalah bagian dari niyahah (meratapi mayit).” (HR. Ahmad 6905 dan Ibn Majah 1612)

Pernyataan ini disampaikan oleh sahabat Jarir, menceritakan keadaan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat) sepakat, acara kumpul dan makan-makan di rumah duka setelah pemakanan termasuk meratapi mayat. Artinya, mereka sepakat untuk menyatakan haramnya praktik tersebut. Karena, niyahah (meratap) termasuk hal yang dilarang.
 · 

MENGENAL IMAM BUKHARI RAHIMAHULLAH

MENGENAL IMAM BUKHARI RAHIMAHULLAH

Nama dan Nasabnya

Beliau bernama Muhammad, putra dari Isma’il bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Ju’fi, biasa dipanggil dengan sebutan Abu ‘Abdillah. Beliau dilahirkan pada hari Jum’at setelah shalat Jum’at 13 Syawwal 194 H di Bukhara (Bukarest). Ketika masih kecil, ayahnya yaitu Isma’il sudah meninggal sehingga dia pun diasuh oleh sang ibu. Ghinjar dan Al-Lalika’i menceritakan bahwa ketika kecil kedua mata Bukhari buta. Suatu ketika ibunya bermimpi melihat Nabi Ibrahim berkata kepadanya, “Wahai ibu, sesungguhnya Allah telah memulihkan penglihatan putramu karena banyaknya doa yang kamu panjatkan kepada-Nya.” Pagi harinya dia dapati penglihatan anaknya telah sembuh (lihat Hadyu Sari, hal. 640)

Sanjungan Para Ulama Kepadanya

Abu Mush’ab rahimahullah (di dalam cetakan tertulis Abu Mu’shab, sepertinya ini salah tulis karena dalam kalimat sesudahya ditulis Abu Mush’ab, pent) Ahmad bin Abi Bakr Az Zuhri mengatakan, “Muhammad bin Isma’il (Bukhari) lebih fakih dan lebih mengerti hadits dalam pandangan kami daripada Imam Ahmad bin Hambal.” Salah seorang teman duduknya berkata kepadanya, “Kamu terlalu berlebihan.” Kemudian Abu Mush’ab justru mengatakan, “Seandainya aku bertemu dengan Malik (lebih senior daripada Imam Ahmad, pent) dan aku pandang wajahnya dengan wajah Muhammad bin Isma’il niscaya aku akan mengatakan: Kedua orang ini sama dalam hal hadits dan fiqih.” (Hadyu Sari, hal. 646)

Qutaibah bin Sa’id rahimahullah mengatakan, “Aku telah duduk bersama para ahli fikih, ahli zuhud, dan ahli ibadah. Aku belum pernah melihat semenjak aku bisa berpikir ada seorang manusia yang seperti Muhammad bin Isma’il. Dia di masanya seperti halnya Umar di kalangan para sahabat.” (Hadyu Sari, hal. 646)

Muhammad bin Yusuf Al Hamdani rahimahullah menceritakan: Suatu saat Qutaibah ditanya tentang kasus “perceraian dalam keadaan mabuk”, lalu masuklah Muhammad bin Isma’il ke ruangan tersebut. Seketika itu pula Qutaibah mengatakan kepada si penanya, “Inilah Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahawaih, dan Ali bin Madini yang telah dihadirkan oleh Allah untuk menjawab pertanyaanmu.” Seraya mengisyaratkan kepada Bukhari (Hadyu Sari, hal. 646)

Ahmad bin Hambal rahimahullah mengatakan, “Negeri Khurasan belum pernah melahirkan orang yang seperti Muhammad bin Isma’il.” (Hadyu Sari, hal. 647)

Bundar Muhammad bin Basyar rahimahullah mengatakan tentang Bukhari, “Dia adalah makhluk Allah yang paling fakih di zaman kami.” (Hadyu Sari, hal. 647)

Hasyid bin Isma’il rahimahullah menceritakan: Ketika aku berada di Bashrah aku mendengar kedatangan Muhammad bin Isma’il. Ketika dia datang, Muhammad bin Basyar pun mengatakan, “Hari ini telah datang seorang pemimpin para fuqoha’.” (Hadyu Sari, hal. 647)

Muslim bin Hajjaj rahimahullah penulis Shahih Muslim, murid Imam Bukhari mengatakan, “Aku bersaksi bahwa di dunia ini tidak ada orang yang seperti dirimu (yaitu seperti Bukhari).” (Hadyu Sari, hal. 650)

Kekuatan Hafalan Imam Bukhari dan Kecerdasannya

Muhammad bin Abi Hatim Warraq Al Bukhari menceritakan: Aku mendengar Bukhari mengatakan, “Aku mendapatkan ilham untuk menghafal hadits ketika aku masih berada di sekolah baca tulis (kuttab).” Aku berkata kepadanya, “Berapakah umurmu ketika itu?” Dia menjawab, “Sepuluh tahun atau kurang dari itu. Kemudian setelah lulus dari Kuttab, aku pun bolak-balik menghadiri majelis haditsnya Ad-Dakhili dan ulama hadits lainnya. Suatu hari tatkala membacakan hadits di hadapan orang-orang dia (Ad-Dakhili) mengatakan, ‘Sufyan meriwayatkan dari Abu Zubair dari Ibrahim.’ Maka aku katakan kepadanya, ‘Sesungguhnya Abu Zubair tidak meriwayatkan dari Ibrahim.’ Maka dia pun menghardikku, lalu aku berkata kepadanya, ‘Rujuklah kepada sumber aslinya, jika kamu punya.’ Kemudian dia pun masuk dan melihat kitabnya lantas kembali dan berkata, ‘Bagaimana kamu bisa tahu wahai anak muda?’ Aku menjawab, ‘Dia adalah Az Zubair (bukan Abu Zubair, pen). Nama aslinya Ibnu Adi yang meriwayatkan hadits dari Ibrahim.’ Kemudian dia pun mengambil pena dan membenarkan catatannya. Dan dia pun berkata kepadaku, ‘Kamu benar’. Menanggapi cerita tersebut, Bukhari ini Warraq berkata, “Biasa, itulah sifat manusia. Ketika membantahnya umurmu berapa?” Bukhari menjawab, “Sebelas tahun.” (Hadyu Sari, hal. 640)

Hasyid bin Isma’il menceritakan: Dahulu Bukhari biasa ikut bersama kami bolak-balik menghadiri pelajaran para masayikh (para ulama) di Bashrah, pada saat itu dia masih kecil. Dia tidak pernah mencatat, sampai-sampai berlalu beberapa hari lamanya. Setelah 6 hari berlalu kami pun mencela kelakuannya. Menanggapi hal itu dia mengatakan, “Kalian merasa memiliki lebih banyak hadits daripada aku. Cobalah kalian tunjukkan kepadaku hadits-hadits yang telah kalian tulis.” Maka kami pun mengeluarkan catatan-catatan hadits tersebut. Lalu ternyata dia menambahkan hadits yang lain lagi sebanyak lima belas ribu hadits. Dia membacakan hadits-hadits itu semua dengan ingatan (di luar kepala), sampai-sampai kami pun akhirnya harus membetulkan catatan-catatan kami yang salah dengan berpedoman kepada hafalannya (Hadyu Sari, hal. 641)

Muhammad bin Al Azhar As Sijistani rahimahullah menceritakan: Dahulu aku ikut hadir dalam majelis Sulaiman bin Harb sedangkan Bukhari juga ikut bersama kami. Dia hanya mendengarkan dan tidak mencatat. Ada orang yang bertanya kepada sebagian orang yang hadir ketika itu, “Mengapa dia tidak mencatat?” Maka orang itu pun menjawab, “Dia akan kembali ke Bukhara dan menulisnya berdasarkan hafalannya.” (Hadyu Sari, hal. 641)

Suatu ketika Bukhari rahimahullah datang ke Baghdad. Para ulama hadits yang ada di sana mendengar kedatangannya dan ingin menguji kekuatan hafalannya. Mereka pun mempersiapkan seratus buah hadits yang telah dibolak-balikkan isi hadits dan sanadnya, matan yang satu ditukar dengan matan yang lain, sanad yang satu ditukar dengan sanad yang lain. Kemudian seratus hadits ini dibagi kepada 10 orang yang masing-masing bertugas menanyakan 10 hadits yang berbeda kepada Bukhari. Setiap kali salah seorang di antara mereka menanyakan kepadanya tentang hadits yang mereka bawakan, maka Bukhari menjawab dengan jawaban yang sama, “Aku tidak mengetahuinya.” Setelah sepuluh orang ini selesai, maka gantian Bukhari yang berkata kepada 10 orang tersebut satu persatu, “Adapun hadits yang kamu bawakan bunyinya demikian. Namun hadits yang benar adalah demikian.” Hal itu beliau lakukan kepada sepuluh orang tersebut. Semua sanad dan matan hadits beliau kembalikan kepada tempatnya masing-masing dan beliau mampu mengulangi hadits yang telah dibolak-balikkan itu hanya dengan sekali dengar. Sehingga para ulama pun mengakui kehebatan hafalan Bukhari dan tingginya kedudukan beliau (lihat Hadyu Sari, hal. 652)

Muhammad bin Hamdawaih rahimahullah menceritakan: Aku pernah mendengar Bukhari mengatakan, “Aku hafal seratus ribu hadits sahih.” (Hadyu Sari, hal. 654). Bukhari rahimahullah mengatakan, “Aku menyusun kitab Al-Jami’ (Shahih Bukhari, pent) ini dari enam ratus ribu hadits yang telah aku dapatkan dalam waktu enam belas tahun dan aku akan menjadikannya sebagai hujjah antara diriku dengan Allah.” (Hadyu Sari, hal. 656)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menuturkan bahwa apabila Bukhari membaca Al-Qur’an maka hati, pandangan, dan pendengarannya sibuk menikmati bacaannya, dia memikirkan perumpamaan-perumpamaan yang terdapat di dalamnya, dan mengetahui hukum halal dan haramnya (lihat Hadyu Sari, hal. 650)

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membalas jasa-jasa beliau dengan sebaik-baik balasan dan memasukkannya ke dalam Surga Firdaus yang tinggi. Dan semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang dapat melanjutkan perjuangannya dalam membela Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyebarkannya kepada umat manusia. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
 · 

MENGOBATI KESURUPAN DENGAN SANDAL

 
MENGOBATI KESURUPAN DENGAN SANDAL

Berkata ‘Ali bin Al Mikri : “Suatu saat saya ketika berada di Masjid Imam Ahmad bin Hanbal, Al Mutawakkil (khalifah) mengutus seorang temannya ke Imam Ahmad, ia beritahukan bahwa ia memiliki seorang anak gadis yang kesurupan, dan meminta agar Imam Ahmad mendoakannya agar sembuh, maka Imam Ahmad mengeluarkan sandal jepit dari kayu yang khusus untuk dip…akai berwudhu’, lalu diberikanlah ke teman tersebut, dan beliau berkata : “Datanglah ke kediaman Amirul Mu’minin, dan engkau duduklah di sisi kepala anak wanita itu, dan katakan padanya : “bahwa Ahmad berpesan kepadamu : “Mana yang engkau senangi, keluar dari tubuh anak gadis ini ataukah ditampar dengan sandal ini?”.

Dan akhirnya berangkatlah ia, dan iapun mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad. Berkatalah (jin) yang merasukinya melalui lidah anak gadis itu : ”Saya tunduk dan patuh, jika sekiranya Ahmad menyuruh kami untuk tidak menetap di Irak tidaklah kami menetap di Irak, dikarenakan ia seorang yang ta’at kepada Allah dan barang siapa yang ta’at kepada Allah segala sesuatu akan ta’at kepadanya. Dan Ia pun keluar dari tubuh anak gadis itu. Dan anak gadis itu menjadi tenang, lalu menikah dan diberkati keturunan yang banyak”.

Setelah Imam Ahmad wafat, (jin) yang pernah merasuki anak gadis itu kembali lagi (ke dalam tubuh anak gadis tersebut), maka Al Mutawakkil mengutus seorang temannya kepada Abu Bakar Al Marrudzi, dan diceritakan tentang keadaan ini, lalu Al Marrudzi mengambil sandal jepit pula, dan iapun kembali ke anak gadis itu, dan sepertinya (jin) Ifrit berbicara dengan lidah anak gadis itu : “Saya tidak akan keluar dari anak gadis ini, dan tidak akan tunduk padamu dan tidak akan menerima darimu, adapun Ahmad bin Hanbal ta’at kepada Allah maka kamipun diperintahkan agar mematuhinya”. (Ath Thabaqat 1/ 232 – 233)
 · 

PERDEBATAN IMAM AHMAD DENGAN AHLI BID'AH

PERDEBATAN IMAM AHMAD DENGAN AHLI BID'AH

Berkata Al Muhtadi Billah Muhammad bin Al Watsiq (anak dari sang khalifah Al Watsiq):
“Dahulu ayahku (khalifah Al Watsiq) bila hendak membunuh seseorang, ia mengajak kami menyaksikannya. Suatu saat dihadapkan kepadanya seorang tua yang disemir rambutnya dalam keadaan terikat”. (Orang tua ini adalah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal atau Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah).

Ayahku itu berkata: “Ijinkan Abu Abdillah (yaitu Ibnu Abi Duwwad, seorang ulama dan tokoh Mu’tazilah yang menyakini bahwa Al Qur’an adalah makhluk, kuniyahnya/julukannya sama dengan imam Ahmad) beserta para sahabatnya untuk masuk”.

Maka masuklah orang tua itu (Imam Ahmad).

Orang tua itu berucap: “Assalamu’alaika Yaa Amiral Mukminin”. (semoga keselamatan atas dirimu).

Beliau (Al Watsiq) menjawab: “Laa Sallamallahu ‘Alaika.” (semoga Allah tidak memberikan keselamatan atas kamu).

Lelaki itu kontan menanggapi: “Sungguh jelek cara kamu memberikn salam. Padahal Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).” (An Nisaa’ : 86).
Dan Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam juga memerintahkan kita membalas salam!”

Ayahku pun membalas salamnya:”Wa Alaikas salam!” balasnya, kemudian berkata kepada Ibnu Abi Duwwad: ”Tanyalah kepadanya!”

Syaikh itu berkata: ”Wahai Amirul Mukminin, saya dalam keadaan terikat seperti ini, saya mengerjakan shalat dalam sel penjara dengan bertayamum, saya tidak diberi air. Lepaskanlah dahulu ikatan saya ini dan berilah saya air agar saya dapat bersuci dan mengerjakan shalat setelah itu tanyalah apa yang ingin ditanyakan padaku.”

Lalu ayahku memerintahkan para pengawal agar melepas ikatannya dan memberinya air. Syaikh itupun berwudhu lalu mengerjakan shalat. Kemudian ayahku berkata kepada Ibnu Abi Duwad: “Tanyalah kepadanya!”

Ibnu Abi Duwwad berkomentar: “ Lelaki itu (Imam Ahmad) pandai bersilat lidah.”

Maka ayahku berkata: “Ajaklah ia bicara.”

Ibnu Abi Duwwad bertanya: “ Apa pendapatmu tentang Al Qur’an?”

Lelaki tua itu menjawab: “Dia tidak bersikap adil terhadapku. Aku yang seharusnya bertanya.”
Ayahku (Al Watsiq) berkata: “Tanyalah ke Ibnu Abi Duwwad.”

Lelaki itu bertanya: “Apa pendapatmu tentang Al Qur’an?”

Ibnu Abi Duwwad menjawab: “ Al Qur’an itu makhluk (bukan kalam Illahi)!”

Syaikh (lelaki tua) itu bertanya lagi: “Apakah ucapan itu adalah sesuatu yang sudah diketahui oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar dan Al Khulafa’ Ar Rasyidun yang lain atau belum?”

Ibnu Abi Duwwad menjawab: ”Belum.”

Lelaki itu berkata: “Maha Suci Allah, sesuatu (masalah agama) yang tidak diketahui Nabi, namun kamu mengetahuinya?!”

Ibnu Abi Duwwad menjadi malu. Lalu ia berkata: “Beri aku kesempatan lagi!”

Lelaki tua itu berkata lagi: “Pertanyaannya tetap sama.”

Ibnu Abi Duwwad menjawab: “Ya, mereka telah mengetahuinya.”

Lelaki tua itu bertanya lagi: “Mereka mengetahuinya, namun tidak mendakwahkannya kepada manusia?”

Ibnu Abi Duwwad menjawab: “Iya”.

Lelaki tua itu bertanya lagi: “Apakah yang cukup mereka lakukan tidak cukup bagimu?”

Syaikh itu berkata lagi : “Suatu perkara yang tidak didakwahkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam ,tidak pula Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radhiallahu anhum, lalu Anda mendakwahkannya kepada umat manusia?? Tidak bisa tidak Anda harus berkata: ”Mereka (Para shahabat) mengetahuinya atau mereka tidak mengetahuinya”. Jika Anda katakan :”Mereka mengetahuinya! Namun mereka tidak menyuarakannya, maka cukuplah bagi kita semua apa yang telah cukup bagi mereka, yaitu tidak menyuarakannya!!  Jika Anda katakan: ”Mereka tidak mengetahuinya! Tetapi sayalah yang mengetahuinya! Maka sungguh celaka Anda ini!! Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam dan para khulafaur Rasyidin radhiallahu anhum tidak mengetahuinya sementara Anda dan rekan-rekan Anda mengetahuinya!!”

Al Muhtadi berkata: ”Saya lihat ayahku langsung berdiri dan masuk ke dalam taman, ia tertawa sambil menutup wajahnya dengan bajunya dan berkata: ”Benar juga, tidak bisa tidak, kita harus mengatakan: ”Mereka mengetahuinya atau mereka tidak mengetahuinya”. Jika kita katakan: ”Mereka mengetahuinya! Namun mereka tidak menyuarakannya, maka cukuplah bagi kita semua apa yang telah cukup bagi mereka, yaitu tidak menyuarakannya! Jika kita katakan: “Mereka TIDAK mengetahuinya! Andalah yang mengetahuinya, maka sungguh celaka kita ini!! Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam dan para Khulafaur Rasyidin radhiallahu anhum tidak mengetahuinya sementara Anda dan rekan Anda mengetahuinya?!”

Kemudian ayahku berkata: ”Hai Ahmad!”

“Laabaika! Jawabnya.

“Bukan kamu yang saya maksud,tapi Ahmad bin Abi Duwad! sahut ayahku.

Maka Ibnu Abi Duwad pun segera mendatanginya, ayahku berkata: ”Berilah Syaikh ini nafkah dan keluarkanlah dari negeri kita!”

[Dalam riwayat as Siyaar: ”Beliau lalu menyuruh orang membuka ikatan lelaki tua itu dan memberikan kepadanya 400 dinar,lalu mengijinkannya pulang. Semenjak itu Ibnu Abi Duwad dipandang sebelah mata (jatuh pamor) oleh Khalifah Al Watsiq, dan setelah itu ayahku tidak pernah menguji orang dengan keyakinan sesat tersebut.]

Dalam riwayat lain: Al Muhtadi berkata: sayapun insyaf dari keyakinan sesat tersebut dan saya kira semenjak saat itu ayah sayapun insyaf darinya”

(Imam Adz Dzahabi meriwayatkan kisah ini dari Al Muhtadi Billah Muhammad bin Al Watsiq, anak sang khalifah Al Watsiq di kitabnya Siyaru A’laamin Nubalaa’ juz XI :312)

EPISODE SEBELUMNYA:

Berkata Sulaiman bin ‘Abdillah As Sijziy : “Saya pernah mendatangi pintu gerbang kediaman Al Mu’tashim –Billah-, dan waktu itu banyak orang yang berdesakan didepan gerbang kediamannya, bagaikan hari Besar/Ied. Maka sayapun bergegas memasuki kediaman-nya, dan terlihat olehku hamparan permadani dan singgasana yang diletakkan diatasnya. Lantas sayapun berdiri di salah satu sisi singgasana itu. Sewaktu saya telah berdiri, datanglah Al Mu’tashim lalu duduk diatas singgasananya. Dan ia melepaskan sebuah sandalnya dan meletakkan salah satu kakinya diatas kaki lainnya, lalu ia berkata : “Datangkan Ahmad bin Hanbal!”. Maka didatangkanlah beliau. Sewaktu beliau telah dihadapkan didepan Al Mu’tashim, beliau mengucapkan salam kepadanya.

Berkatalah Al Mu’tashim kepada beliau : “Wahai Ahmad berbicaralah dan jangan takut”.

Imam Ahmad bin Hanbal berujar : “Demi Allah! Wahai Amirul Mu’minin, saya telah menghadap kepada engkau, dan tiada sedikitpun walau sebesar biji didalam hati ku rasa takut”.

Berkata Al Mu’tashim : “Bagaimanakah pendapatmu tentang Al Qur’an?”

Imam Ahmad menjawab : “Kalamullah, sifat yang terdahulu pada dzat Allah dan bukanlah makhluk. Firman Allah –’azza wajalla-

( وَ إِنْ أَحَدٌ مِنْ المُشْرِكِيْنَ اسْتَجَارَكَ فَاَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللهِ )

“Dan jika salah seorang dari kalangan musyrikin berada disampingmu, maka beradalah disampingnya hingga ia mendengarkan Kalamullah”

Berkata Al Mu’tashim kepada beliau : “Adakah hujjah yang engkau ketahui selainnya?”

Berkata Imam Ahmad : “Masih, wahai Amirul Mu’minin, firman Allah;

( الرَّحْمَنُ عَلَّّمَ القُرْآنَ )

“Ar Rahman dialah Dzat yang mengajarkan Al Qur’an )”

Dan Allah tidak berfirman : (Ar Rahman yang menciptakan Al Qur’an)

Dan firman Allah –’azza wajalla- ;

( يَس وَالقُرْآنِ الحَكِيْمِ )

“Yasiin. Demi Al Qur’an yang Hakiim”

Dan Allah tidaklah berfirman : (yasiin. Demi Al Qur’an yang dia itu makhluq)

Berkata Al Mu’tashim : “Kalian penjarakanlah ia !”.

Maka beliau dipenjarakan, dan akhirnya orang-orang pada berpencar. Keesokan harinya saya-pun menuju kekediaman Al Mu’tashim. Orang-orang telah dipersilahkan memasuki kediamannnya, dan saya pun masuk bersama dengan mereka. Dan Al Mu’tashim pun datang dan segera duduk di singgasananya.

Ia berkata : “Datangkan kemari Ahmad bin Hanbal!”

Maka dihadapkanlah Imam Ahmad bin Hanbal, sewaktu beliau telah berada dihadapan Al Mu’tashim, berkata Al Mu’tashim kepada beliau : “Bagaimana keadaanmu semalam wahai Ahmad di tempat peristirahatan engkau?”

Beliau menjawab : “Dalam keadaan baik Alhamdulillah, hanya saja wahai Amirul Mu’minin saya mendapati hal yang mengherankan ditempat peristirahatanku”.

Berkata Al Mu’tashim kepada beliau : “Apa yang engkau dapati?”.

Berkata Imam Ahmad : “Saya malam itu terbangun, lalu bergegas berwudhu’ untuk melaksanakan sholat, dan saya pun melaksanakan sholat dua raka’at. Pada raka’at pertama saya membaca ; ( الحَمْدُ لِلهِ ) dan ( قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ ) dan pada raka’at kedua saya membaca ; ( الحَمْدُ للهِ ) dan (قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الفَلَقِ ) lalu saya duduk dan bertasyahud hingga saya salam. Setelah itu saya melanjutkannya untuk sholat, lalu saya bertakbir dan membaca; ( الحَمْدُ للهِ ) dan ketika saya berkehendak membaca ( قُلْ هُوَ اللهُ أَحَد ) tidaklah saya sanggup melakukannya, lantas saya mencoba membaca ayat selainnya dari bacaan Al Qur’an dan sayapun tidak sanggup. Maka saya hamparkan pandanganku setiap sudut penjara, dan ternyata saya dapati di salah satu sudutnya Al Qur’an tergeletak telah meninggal, maka saya memandikannya dan saya kafani setelah itu saya shalati dan menguburkannya”.

Berkata Al Mu’tashim kepada beliau : “Celakalah engkau wahai Ahmad! Al Qur’an meninggal?”.

Berkata Imam Ahmad kepadanya : “Demikian juga halnya denganmu, engkau mengatakan: “Bahwa Al Qur’an makhluk dan setiap makhluk tentulah akan meninggal”.

Berkatalah Al Mu’tashim : “Ahmad telah memojokkan kami, Ahmad telah memojokkan kami!”.

Berkata Ibnu Abi Duwad dan Bisyr Al Mirrisiy : “Bunuhlah ia, agar kita terbebas darinya”.

Berkata Al Mu’tashim : “Sungguhlah saya bersumpah kepada Allah tidak akan saya membunuhnya dengan pedang dan tidak juga menyuruh seorangpun membunuhnya dengan pedang”.

Berkata Ibnu Abi Duwad kepada Amirul Mu’minin : “Deralah dia dengan cambuk!”.

Berkata Al Mu’tashim : “Baiklah”, Lalu Ia berkata : “Datangkanlah para tukang dera!”.

Maka didatangkanlah mereka. Lantas berkata Al Mu’tashim kepada salah seorang dari mereka : “Berapa kali cambukan engkau dapat membunuhnya?”. Ia menyahut : “Sepuluh kali wahai Amirul Mu’minin”.

Berkatalah Al Mu’tashim : “Ambillah ia bagimu”.

Berkata Sulaiman As Sijzi : “Maka ditanggalkanlah pakaian Imam Ahmad bin Hanbal, dan tinggallah beliau hanya mengenakan sarung dari kain katun, dan kedua tangan beliau diikat dengan dua tali yang masih baru. Lalu Algojo itu mengambil cambuk pada kedua tangannya sembari berkata : “Apakah saya boleh memulai mencambuknya, Amirul Mu’minin?”.

Berkata Al Mu’tashim : “Cambuklah ia!”. Lalu Algojo itu mencambuk Imam Ahmad…

(Ath Thabaqat 1/ 163 – 167 dan juga 1/ 335 – 336).
 · 

INILAH CARA HIDUP BAHAGIA TANPA BEBAN PIKIRAN! JANGAN SIA SIAKAN HIDUPMU ! JANGAN PUTUS ASA !

INILAH CARA HIDUP BAHAGIA TANPA BEBAN PIKIRAN! JANGAN SIA SIAKAN HIDUPMU ! JANGAN PUTUS ASA !

1. Jangan Takut dan Khawatir
Perasaan takut dan khawatir merupakan pikiran kita yang paling tidak produktif. Sebagian besar hal-hal yang kita khawatirkan atau takutkan tidak pernah terjadi. Jadi untuk apa kita khawatir dan takut?

2. Jangan Pernah Menyimpan Dendam
Dendam adalah hal terbesar dan akan menjadi beban terberat jika kita menyimpannya di dalam hati. Maukah anda membawanya sepanjang hidup? …. Saya rasa tidak. Jangan sia-siakan energi kita dengan menyimpan dendam, sudah pasti tidak ada gunanya. Gunakanlah energi kita tersebut untuk hal-hal yang positif.

3. Fokus Pada Satu Masalah
Jika kita memiliki beberapa masalah, selesaikanlah masalah kita satu per satu. Jangan terpikirkan untuk menyelesaikan masalah secara sekaligus karena justru akan membuat kita semakin stress.

4. Jangan Membawa Tidur Masalah Anda
Masalah adalah hal yang sangat buruk untuk kesehatan tidur kita. Pikiran bawah sadar kita adalah hal yang luar biasa yang dapat membuat kita gelisah dan tidur kita menjadi tidak nyenyak.

5. Jangan Mengambil Masalah Orang Lain Untuk Anda Selesaikan
Membantu orang lain yang sedang dalam masalah adalah hal yang mulia, tetapi jika kita mengambil porsi terbesar untuk menyelesaikan masalah orang lain tersebut justru itulah kesalahan terbesar. Biarkanlah orang tersebut yang menyelesaikan masalahnya sendiri dengan porsi terbesar.

6. Jangan Hidup di Masa Lalu
Mungkin terasa nyaman bagi kita mengingat hal-hal yang menyenangkan di masa lalu tetapi jangan anda terlena didalamnya. Konsentrasilah dengan apa yang terjadi saat ini, karena kita pun akan bisa merasakan banyak kebahagiaan di saat ini. Saya yakin kita akan mempunyai perasaan yang jauh lebih berbahagia jika kita merayakan apa yang terjadi saat ini dibanding dengan mengingat-ngingat kebahagiaan di masa lalu.

7. Jadilah Pendengar yang Baik
Mungkin sebagian besar orang termasuk saya :) susah untuk menjadi pendengar yang baik. Justru sebaliknya kita mengharapkan orang lain yang mendengarkan omongan kita, tetapi sebetulnya dengan belajar mendengarkan orang lain, kita akan mendapatkan banyak hal baru yang dapat sangat berguna bagi kebahagiaan hidup kita.

8. Jangan Biarkan Frustasi Mengatur dan Bahkan Mengacaukan Hidup Anda
Kasihanilah diri kita lebih dari apa pun, maksud saya adalah janganlah kita menyerah pada frustasi. Maju terus. Ambillah tindakan-tindakan positif dan lakukanlah dengan konsisten.

9. Bersyukurlah Selalu
Bersyukur dan berterimakasihlah atas semua yang kita dapatkan, bukan hanya hal yang positif saja tetapi juga hal yang negatif, karena saya percaya dibalik setiap hal yang negatif tersebut ada hal baik yang bisa kita pelajari.

JANGAN LUPA UNTUK MENAMBAHKAN AKU LINGKARANMU
 · 

MENCARI BERKAH DARI AIR HUJAN

MENCARI BERKAH DARI AIR HUJAN

1.Hujan bisa digunakan untuk mendapat berkah dari Allah ta'ala atau bertabarruk dengan menyengaja diri kita agar terkena hujan, dan membuka sebagian pakaian kita agar terkena sebagian dari air hujan. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

عن أنس رضي الله عنه قال: ( أصابنا ونحن مع رسول الله صلى الله عليه وسلم مطر، قال: فحسر رسول الله صلى الله عليه وسلم ثوبه حتى أصابه من المطر. فقلنا: يا رسول الله لم صنعت هذا؟ قال: لأنه حديث عهد بربه تعالى) رواه مسلم

“Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:”Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tertimpa hujan, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membuka pakaian beliau sampai (tubuh beliau) terkena sebagian air hujan.”Maka kami berkata:”Ya Rasulullah, kenapa anda melakukan hal itu?” Beliau menjawab:”Karena sesungguhnya dia (hujan) adalah baru dari Rabbnya Subhanahu wa Ta’ala .” (HR. Imam Muslim)

Maksud dari sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam لأنه حديث عهد بربه تعالىkarena sesungguhnya dia (hujan) adalah baru dari Rabbnya adalah bahwasanya hujan itu diciptakan oleh Allah ketika turun, itu berarti hujan itu adalah rahmat dari Allah karena dekatnya antara waktu penciptaannya dengan waktu turunnya. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengaharap berkah dari Allah dengan turunnya hujan itu. Hal itu sebagaimana penjelasan para ulama terhadap hadits tersebut di dalam syarah shahih Muslim. Wallahu A‘lam

2.Mengucapkan dzikir atau doa ketika turun hujan, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika turun hujan beliau mengusapkan:

( مُطِرْنَا ِبفَضْلِ اللهِ وَرَحْمِتِهِ )

“Kami dikaruniai hujan karena kemurahan Allah dan rahmat-Nya”

Sebagaimana terdapat dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari sahabat Zaid bin Khalid radhiyallahu ‘anhu

Dan juga beliau mengucapkan doa:

( اَللّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً)

“Ya Allah jadikanlah (hujan ini) hujan yang bermanfaat.”

Sebagaimana hadits shahih dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah.
 · 

INILAH ALASAN MENGAPA ZIARAH KUBUR ADALAH IBADAH YANG SANGAT MULIA

INILAH ALASAN MENGAPA ZIARAH KUBUR ADALAH IBADAH YANG SANGAT MULIA

Sobat! Ziarah kuburan adalah satu amal ibadah yang dianjurkan untuk kita amalkan. Bahkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam begitu menekankan agar kita menziarahi kuburan. Ziarah kuburan menjadi kita memiliki keseimbangan antara semangat membangun kehidupan dunia dengan tuntutan iman kepada hari akhir.

Setelah berlari kencang mengejar kehidupan dunia, maka semua itu sekejap menjadi sirna karena anda teringat akan kematian. Dengan demikian, anda terlindungi dari badai dan kemilau kehidupan dunia yang begitu menggiurkan, dan terwujudkan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

زوروا القبور فإنها تذكركم الموت

“Berziarahlah kalian ke kuburan, karena ziarah kubur mengingatkan kalian akan kematian” (HR. An Nasai dan lainnya)

Inilah tujuan utama dari berizrah kuburan, agar anda ingat bahwa suatu saat nanti, cepat atau lambat anda pasti menjadi salah satu penghuninya. Karena itu ketika menziarahi kuburan anda diajarkan untuk mengucapkan :

السلام عليكم دار قوم مؤمنين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون

“Salam sejahtera teruntuk kalian wahai penghuni negri, yaitu orang orang yang beriman, dan sejatinya kami dengan izin Allah pasti segera menyusul kalian” (HR Muslim).

Namun demikian, saat ini disayangkan betapa banyak dari ummat Islam yang berziarah bukan semakin ingat akan kematian, akan tetapi semakin hanyut dalam ambisi kehidupan dunia.

Betapa tidak, dari mereka ada yang berzirah ke kuburan karena mengharapkan agar usahanya sukses. Ada pula yang berharap agar lulus ujian, atau diterima sebagai PNS, atau hartanya melimpah, tanamannya selamat dari serangan hama atau tujuan serupa lainnya. Akibatnya setiba mereka di kuburan bukannya meneteskan air mata karena teringat mati, namun mereka meneteskan air mata karena kawatir usahanya gagal, lamarannya ditolak, tanamannya diserang hama atau nilai ujiannya buruk.

Mereka keluar dari kuburan bukan semakin ingat akan kematian, namun sebaliknya semakin berambisi mengejar dunia. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.

Sobat, semoga anda tidak termasuk orang orang yang semacam itu. Amiin.
 · 

INDONESIA BERBANGGA KARENA JOKOWI KALAHKAN OBAMA DALAM VOTING

INDONESIA BERBANGGA KARENA JOKOWI KALAHKAN OBAMA DALAM VOTING

Presiden Joko Widodo kembali membuat kejutan. Jokowi, sapaan Joko Widodo, mengungguli Presiden Amerika Serikat Barack Obama dalam voting Person of the Year majalah TIME.

Hingga hari ketiga voting, Jumat malam, sekitar pukul 23.30 WIB. Jokowi berada di peringkat 17 dari 50 calon, dengan voting 1,8 persen. Raihan Jokowi ini mengungguli Obama yang berada di posisi ke-23 dengan raihan 1,6 persen.

Posisi pertama ditempati Perdana Menteri India Narendra Modi dengan jumlah suara 13,5 persen. Jauh di bawahnya berada Presiden Rusia Vladimir Putin dengan perolehan suara 7,1 persen, diikuti Menteri Luar Negeri AS John Kerry dengan 4,9 persen.

Di bawah Kerry terdapat peraih hadiah Nobel Perdamaian 2014 yang juga remaja aktivis pendidikan asal Pakistan Malala Yousafzai dengan 3,9 persen disusul para dokter dan perawat Ebola dengan perolehan suara 3,4 persen.

Pada pemilihan tahun ini juga terdapat nama seperti Paus Fransiskus I, Presiden Cina Xi Jinping, Presiden Suriah Bashar al-Assad, penyanyi Amerika Serikat Beyonce, bahkan pimpinan kelompok militan ISIS Abu Bkr al-Baghdadi.

Ini merupakan kedua kalinya Jokowi masuk dalam kandidat Person of The Year versi Majalah Time. Sebelumnya, Presiden Jokowi itu juga pernah dicalonkan pada 2012. Saat itu yang terpilih adalah Barack Obama.
 · 

DEBAT ISLAM VS SYIAH, KETIKA IMAM SYAFI'I DIKLAIM SYI'AH

DEBAT ISLAM VS SYIAH, KETIKA IMAM SYAFI'I DIKLAIM SYI'AH

A (Syiah) : “Kenapa sih kamu benci sama Syiah?”

B (Ahlus Sunnah) : “Karena Syiah menghina dan mengkafirkan Abu Bakar dan Umar.”

A : “Kami tidak mengkafirkan mereka, yang mengkafirkan adalah Rafidhah, adapun kami bukan rafidhah tapi hanya syiah. Rafidhah sudah pasti Syiah, sedangkan Syiah belum tentu Rafidhah.”

B : “Dan kalian juga ghuluw (berlebih2an) terhadap imam-imam kalian sendiri. Kalian menganggap mereka ma’shum, kalian juga taqlid buta kepada mereka, semuanya kalian ikuti walaupun itu salah.”

A : “Apakah kalian tidak taqlid kepada imam-imam kalian?”

B : “Kami tidak taqlid kepada siapapun kecuali Rasulullah, karena selain Rasulullah tidak ma’shum, dan mereka bisa benar bisa salah.”

A : “Yang menganggap mereka ma’shum adalah dari Rafidhah, bukan dari kami. Ana mau tahu, apa madzhab kalian sebagai orang Indonesia?”

B : “Madzhab kami atau kebanyakan orang Indonesia adalah Madzhab Syafi’iyah.”

A : “Siapa Imamnya?”

B : “Imam Asy Syafi’i.”

A : “Nah…kamu tahu tidak, kalo Imam Syafi’i adalah Syiah dan mengakui Syiah, sama seperti kami.”

B : “Apa buktinya? Imam Asy Syafi’i adalah seorang Ahlus Sunnah, Bukan Syi’i.”

A : “Buktinya adalah dari syairnya beliau sendiri yang terkenal. Beliau berkata,
‘Jika Rafidhah itu adalah mencintai keluarga Muhammad, Maka hendaknya dua makhluk (jin dan manusia) bersaksi bahwa aku adalah seorang Rafidhi.’

B : “Ana tahu syair itu. Memang itu syair beliau. Dan selamat, perkataan kamu telah menjadi bumerang bagi kamu sendiri alias senjata makan tuan.”

A : “Ada apa dengan bait syair itu? Bukankah itu bukti yang jelas kalau Imam Syafii adalah Syi’i dan mengakui tentang kebenaran Syiah?”

B : “Pertama, perkataan Imam Syafi’i tersebut mengambil atau mengikuti dari firman Allah,
“Katakanlah, jika benar Tuhan yang Maha Pemurah mempunyai anak, Maka Akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan (anak itu).” (QS. az-Zukhruf: 81)

Apakah kamu menyakini bahwa ar-Rahman memiliki anak?! Tidak, sekali lagi tidak. Oleh karena ar-Rahman tidak memiliki anak itu maka Allah menggunakan susunan bahasa ini untuk menolak ucapan orang2 musyrik dan klaim mereka.

Jadi, Imam as-syafi’i menggunakan susunan bahasa al-Qur`an, yang membawa balaghah besar yang layak dengan kedudukan dan keluasan ilmu Imam as-Syafi’i. Imam as-Syafi’i dengan ucapannya: ‘Jika Rafidhah itu adalah mencintai keluarga Muhammad’, bermaksud mengungkapkan kemustahilan kalau al-Rafdh dimaknai kecintaan kepada keluarga Muhammad’.

Metode Imam Syafi’i ini telah dikenal oleh para ahlul ilmi. Sebagai contoh, saat orang2 liberal mengingkari kita karena berpegang teguh dengan agama ini, dengan menyatakan bahwa keteguhan itu adalah fanatisme, dan fanatisme itu merupakan satu keterbelakangan dan kemunduran, maka kita menjawab mereka dengan mengatakan, ‘Jika berpegang teguh dengan Islam itu adalah satu keterbelakangan dan kemunduran, maka saksikanlah bahwa kami orang2 yang mundur dan terbelakang.’

Kedua, kamu hanya mengambil bait syair sebagian saja, padahal masih ada lanjutannya dan bait2 syair lainnya. Beliau juga berkata,

“Mereka mengatakan, ‘Kalau begitu Anda telah menjadi Rafidhi?’ Saya katakan, ‘Sekali-kali tidak… tidaklah al-Rafdh (menolak Khalifah Abu Bakar dan Umar) itu agamaku, tidak juga keyakinanku.”

Di sini, Imam Syafi’i Rahimahullah berlepas diri dari Rafidhah (Syi’ah), dan menampakkan keheranannya dari pertanyaan ini. Kemudian dia menyatakan dengan terang-terangan bahwa dia tidak berada diatas agama Syi’ah (Rafidhah), tidak juga di atas keyakinan mereka.

A : “….”

B : “Eiit…tunggu dulu…masih ada yang ketiga..”

A : “Apa itu?”

B : “Ketiga, kamu membawakan hujjah dari syair Imam Asy Syafi’i yaitu ‘Maka hendaknya dua makhluk (jin dan manusia) bersaksi bahwa aku adalah seorang Rafidhi.’ Disini Imam Syafi’i memakai kata Rafidhi, bukan memakai kata Syi’i, padahal di awal kamu mengatakan bahwa kamu adalah Syiah dan bukan Rafidhah. Aneh bukan, kamu mengaku bukan Rafidhi tapi hujjah yang kamu bawakan adalah tentang Rafidhi? Nah, berhubung kamu membawakan hujjah tentang Rafidhi, maka mulai sekarang ana menganggap kamu adalah Rafidhi, atau Rafidhah dengan Syiah sama saja…!”

A : “....”

Berikut pendapat imam asy syafii tentang syiah.

- Dari Yunus bin Abdila’la, beliau berkata: Saya telah mendengar asy-Syafi’i, apabila disebut nama Syi’ah Rafidhah, maka ia mencelanya dengan sangat keras, dan berkata: “Kelompok terjelek! (terbodoh)”. (al-Manaqib, karya al-Baihaqiy, 1/468. Manhaj Imam asy-Syafi’i fi Itsbat al-Aqidah, 2/486)

- Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “Saya belum melihat seorang pun yang paling banyak bersaksi/bersumpah palsu (berdusta) dari Syi’ah Rafidhah.” (Adabus Syafi’i, m/s. 187, al-Manaqib karya al-Baihaqiy, 1/468 dan Sunan al-Kubra, 10/208. Manhaj Imam asy-Syafi’i fi Itsbat al-Aqidah, 2/486)

- Al-Buwaitiy (murid Imam Syafi’i) bertanya kepada Imam Syafi’i, “Bolehkah aku shalat di belakang orang Syiah?” Imam Syafi’i berkata, “Jangan shalat di belakang orang Syi’ah, orang Qadariyyah, dan orang Murji’ah” Lalu Al-Buwaitiy bertanya tentang sifat-sifat mereka, Lalu Imam Syafi’i menyifatkan, “Siapasaja yang mengatakan Abu Bakr dan Umar bukan imam, maka dia Syi’ah”. (Siyar A’lam Al-Nubala 10/31)

- asy-Syafi’i berkata tentang seorang Syi’ah Rafidhah yang ikut berperang: “Tidak diberi sedikit pun dari harta rampasan perang, kerana Allah menyampaikan ayat fa’i (harta rampasan perang), kemudian menyatakan: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami”. (Surah al-Hasyr, 59: 10) maka barang siapa yang tidak menyatakan demikian, tentunya tidak berhak (mendapatkan bahagian fa’i).” (at-Thabaqat, 2/117. Manhaj Imam asy-Syafi’i fi Itsbat al-Aqidah, 2/487)

- Imam as-Subki Rahimahullah berkata, ‘Aku melihat di dalam al-Muhith dari kitab-kitab Hanafiah, dari Muhammad (bin Idris as-Syafi’i) bahwa tidak boleh shalat di belakang Rafidhah.’ (Fatawa as-Subki (II/576), lihat juga Ushulud Din (342))
 · 

KENAPA MASIH ADA ORANG YANG MENYAKINI RASULULLAH TIDAK PUNYA BAYANGAN?

 
KENAPA MASIH ADA ORANG YANG MENYAKINI RASULULLAH TIDAK PUNYA BAYANGAN?

Keterangan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memiliki bayangan, disampaikan oleh Muhammad as-Sholihi (w. 942 H) dalam kitabnya Subul al-Huda wa ar-Rasyad. Beliau menukil beberapa riwayat dari ulama, diantaranya Ibnu Sab’ dalam Khasais Nabi dan ad-Dzakwan.

Ibnu Sab’ mengatakan,

إن ظله صلى الله عليه وسلم كان لا يقع على الأرض وأنه كان نوراً، وكان إذا مشى في الشمس أو القمر لا يظهر له ظل

“Bayangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menempel di tanah. Karena beliau adalah cahaya. Apabila beliau berjalan di bawah terik atau di malam purnama, tidak nampak bayangannya.”

Kemudian keterangan lain dari seorang tabiin bernama ad-Dzakwan, beliau mengatakan,

لم ير لرسول الله صلى الله عليه وسلم ظل في شمس ولا قمر.

Tidak terlihat bayangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di bawah matahari maupun purnama.

Ada sebgian yang memberi alasan, agar bayangan beliau tidak diinjak oleh orang kafir, sehingga mereka bisa merendahkan beliau. (Subul al-Huda wa ar-Rasyad, 2/90)

Hanya saja keterangan ini dinilai LEMAH oleh para ulama karena beberapa alasan berikut,

Pertama, Allah menegaskan dalam banyak ayat, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara fisik adalah manusia biasa seperti umumnya manusia. Hanya saja beliau diberi wahyu dan mendapat penjagaan dari Allah.

Allah berfirman,

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” (QS. al-Kahfi: 110)

Allah juga berfirman menjelaskan semua karakter nabi,

وَمَا جَعَلْنَاهُمْ جَسَداً لا يَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَمَا كَانُوا خَالِدِينَ

“Tidaklah Kami jadikan untuk mereka (para nabi) tubuh-tubuh yang tidak makan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal.” (QS. al-Anbiya: 8).

Allah juga mengingkari keheranan orang kafir terhadap status nabi sebagai manunsia biasa,

وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الأَسْوَاقِ

Mereka berkata: “Mengapa rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar?” (QS. al-Furqan: 8)

Semua ayat di atas menunjukkan bahwa karakter fisik para nabi, tidak berbeda dengan umatnya. Artinya, mereka sama-sama manusia.

Kedua, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk bani Adam yang diciptakan dari tanah. Sementara yang diciptaan dari cahaya hanyalah malaikat. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan golongan Malaikat.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خُلِقَت المَلائِكَةُ مِن نُورٍ ، وَخُلِقَ إِبلِيسُ مِن نَارِ السَّمومِ ، وَخُلِقَ آدَمُ عَلَيهِ السَّلامُ مِمَّا وُصِفَ لَكُم

“Malaikat diciptakan dari cahaya. Jin diciptakan dari nyala api. Adam diciptakan dari apa yang telah ada pada kalian.” (HR. Muslim 2996).

Andai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu cahaya, tentu beliau akan dikelompokkan dalam kategori malaikat dan dikecualikan dari hadis ini.

Ketika menjelaskan hadis ini, penulis as-Silsilah as-Shahihah mengatakan,

وفيه إشارة إلى بطلان الحديث المشهور على ألسنة الناس : ( أول ما خلق الله نور نبيك يا جابر ) ! ونحوه من الأحاديث التي تقول بأنه صلى الله عليه وسلم خلق من نور ، فإن هذا الحديث دليل واضح على أن الملائكة فقط هم الذين خلقوا من نور ، دون آدم وبنيه ، فتـنبّه ولا تكن من الغافلين

Hadis ini mengisyaratkan kesalahan ungkapan yang masyhur di masyarakat, bahwa yang pertama kali diciptakan adalah cahaya nabimu. Atau hadis-hadis yang semisalnya, yang menyatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diciptakan dari cahaya. Karena hadis ini merupakan dalil tegas bahwa hanya malaikat yang diciptakan dari cahaya, bukann Adam dan keturunannya. Perhatikan ini, dan jangan ikutan menjadi orang lalai. (as-Silsilah as-Shahihah, keterangan no. 458).

Ketiga, kehadiran beliau merupakan cahaya bagi umat. Karena beliau menjadi sumber yang menyampaikan petunjuk dari Allah. Konsekuensi hal ini, fisik beliau harus bisa dilihat dengan sempurna, sehingga para sahabat bisa meniru perbuatan beliau.

Untuk itu, jika fisik beliau berupa cahaya, justru ini menghalanngi kesempurnaan beliau untuk menjadi pelita bagi umat. Karena masyarakat akan kesulitan untuk untuk menyaksikan aktivitas beliau, melihat gerakan beliau ketika ibadah, dst.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di atas mimbar, dan beliau turun untuk sujud di tanah. Alasannya, agar para sahabat bisa melihat bagaimana cara shalat beliau.

Sahl bin Sa’d as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

وَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ عَلَيْهِ فَكَبَّرَ وَكَبَّرَ النَّاسُ وَرَاءَهُ، وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ، ثُمَّ رَفَعَ فَنَزَلَ الْقَهْقَرَى حَتَّى سَجَدَ فِي أَصْلِ الْمِنْبَرِ، ثُمَّ عَادَ، حَتَّى فَرَغَ مِنْ آخِرِ صَلَاتِهِ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ: «يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي صَنَعْتُ هَذَا لِتَأْتَمُّوا بِي، وَلِتَعَلَّمُوا صَلَاتِي»

Saya pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami di atas mimbar. Beliau takbiratul ihram dan jamaahpun ikut takbir di belakang beliau, sementara beliau di atas mimbar. Kemudian, ketika beliau i’tidal, beliau mundur ke belakang untuk turun, sehingga beliau sujud di tanah. Lalu beliau kembali lagi ke atas mimbar, hingga beliau menyelesaikan shalatnya. Kemudian beliau menghadap kepada para sahabat, dan bersabda,

”Wahai para sahabat, aku lakukan ini agar kalian bisa mengikutiku dan mempelajari shalatku.” (HR. Bukhari 377, Muslim 544, Nasai 739, dan yang lainnya).

Keempat, orang kafir kehilangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika perang.

Orang kafir sangat antusias untuk membunuh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terutama ketika perang berkecamuk. Meskipun demikian, ada beberapa pasukan kafir yang kesulitan mengenali beliau di tengah  hiruk pikuk perang. Andai tubuh beliau berupa cahaya, mereka akan dengan lebih mudah menjadikan beliau sebagai sasaran utama.

Ketika perang Uhud, Kesedihan menyelimuti kaum muslimin atas musibah ini. Allah menguji mereka dengan wafatnya puluhan saudara mereka. Namun ada musibah yang lebih besar dari itu semua. Di tengah mereka kerepotan menghadapi musuh dari depan dan belakang, tiba-tiba Ibnu Qamiah, salah satu pasukan musyrik berteriak, “Aku telah membunuh Muhammad…” “Aku telah membunuh Muhammad…”.

Seketika hiruk pikuk perang yang sedang berkecamuk langsung berhenti. Kesedihan makin mendalam dialami para sahabat. Membuat mereka lupa akan kesedihan yang pertama. Sementara orang musyrik begitu bangga karena sasaran utama mereka telah terbunuh.

Abu Sufyan yang kala itu memimpin pasukan musyrikin Quraisy, naik ke atas bukit dan meneriakkan,

“Apakah Muhammad masih hidup?”

“Apakah Ibnu Abi Quhafah (Abu Bakr) masih hidup?”

“Apakah Umar bin Khatab masih hidup?”

Namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta para sahabat untuk diam. Akan tetapi, Umar tidak bisa menahan emosinya dan meneriakkan,

يا عدو الله، إن الذين ذكرتهم أحياء، وقد أبقي الله ما يسوءك

“Wahai musuh Allah, orang-orang yang kau sebutkan semua masih hidup. Allah akan tetap membuatmu sedih.”

Kemudian Abu Sufyan memanggil Umar untuk menemuinya, Nabi-pun menyuruhnya untuk menghadap.

“Jawab dengan jujur wahai Umar, apakah kami telah berhasil membunuh Muhammad?” tanya Abu Sufyan.

“Demi Allah, tidak. Beliau juga mendengarkan ucapanmu saat ini.”

Komentar Abu Sufyan,

أنت أصدق عندي من ابن قَمِئَة

“Bagiku Kamu lebih jujur dari pada Ibnu Qamiah.”

Seketika, wajah kegembiraan menghiasi para sahabat. Melupakan semua musibah yang mereka alami dengan ‘kekalahan’ mereka di perang Uhud. (ar-Rahiq al-Makhtum, hlm. 250).

Andai tubuh beliau berupa cahaya, tentu Abu Sufyan tidak akan bertanya-tanya hal itu, karena beliau badannya berbeda dengan manusia umumnya. Namun kenyataanya, mereka tidak bisa mengenali Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah hiruk pikuk peperangan.

Untuk itu, tidak benar jika dinyatakan bahwa jasad Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah cahaya, sehingga belia tidak memiliki bayangan.
 · 

TABARRUK SUNNAH VS TABARRUK BID'AH, YUK KITA TABARRUK

TABARRUK SUNNAH VS TABARRUK BID'AH, YUK KITA TABARRUK

Tabarruk atau biasa disebeut ngalap berkah adalah mencari berkah berupa tambahan kebaikan dan pahala dan setiap yang dibutuhkan hamba dalam dunia dan agamanya, dengan benda atau wahyu yang barokah. Tabarruk ini terbagi menjadi dua macam yaitu tabarruk yang syar’i dan yang tidak syar’i.

Tabbaruk dengan sesuatu yang syar’i dan diketahui secara pasti atau ada dalilnya bahwa sesuatu tersebut mendatangkan barokah.

    1. Tabarruk dengan perkataan dan perbuatan: membaca Al Quran, berzikir, belajar ilmu agama dan mengajarkannya, makan dengan berjamaah dan menjilati jari sesudah makan.
    2. Tabarruk dengan tempat: I’tikaf di masjid, tinggal di Mekkah, Madinah atau Syam.
    3. Tabarruk dengan waktu: semangat beribadah di malam Lailatul Qodar, banyak berdoa di waktu sahur.
    4. Tabarruk dengan makanan dan minuman: Meminum madu dan air zam-zam, memakai minyak zaitun, mengonsumsi habatussauda’ (jintan hitam).
    5. Tabarruk dengan zat Nabi shollalohu ‘alaihi wa sallam: berebut ludahnya, mengambil keringatnya, mengumpulkan rontokan rambutnya ketika beliau masih hidup.

Tabarruk yang tidak syar’i atau terlarang yaitu tabarruk yang tidak ada dalil syar’inya atau tidak mengikuti tuntunan syariat.

    1. Tabarruk dengan perkataan dan perbuatan: Sholawat atau zikir yang bid’ah.
    2. Tabbaruk dengan tempat: Ziarah religius ke kubur para wali.
    3. Tabarruk dengan waktu: menghidupkan malam nisfu sya’ban, mengadakan perayaan maulid nabi, Isra’ Mi’raj, Nuzulul Quran dan sebangsanya.
    4. Tabarruk dengan makanan dan minuman: minum sisa kiai, berebut tumpeng sekaten.
    5. Tabarruk dengan benda-benda: mengambil tanah karbala, berebut kotoran “Kyai Slamet”, sabuk supranatural.
    6. Tabarruk dengan zat orang sholih atau peninggalannya: meminum ludahnya atau keringatnya, berebut bekas peci atau bajunya, memilih sholat di tempat orang sholih itu sholat, meminum atau menyimpan sisa air wudhu’ orang sholih, atau dengan menciumi lututnya.

Hendaknya sebagai muslim sejati untuk mengikuti para ulama Ahli Sunnah Wal Jama'ah dengan tidak melakukan perbuatan yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah. Cukup teladani para Salafush Shalih dengan bertabarruk sesuai Sunnah Rasul-NYa.
 · 

SUBHANALLAH, INILAH AKHLAQ IMAM SYAFI'I YANG MULIA

SUBHANALLAH, INILAH AKHLAQ IMAM SYAFI'I YANG MULIA

Imam Syafi’i Menyeru akhlak yang mulia

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ

“Hendaklah diketahui bahwa Ahlus Sunnah sejati adalah mereka yang mengamalkan ajaran Islam secara sempurna, baik yang berkenaan dengan aqidah maupun akhlak. Termasuk pemahaman yang keliru: prasangka bahwa sunni atau salafi adalah orang yang merealisasikan aqidah Ahlus Sunnah saja tanpa memperhatikan sisi akhlak dan adab Islam, serta penunaian hak-hak kaum muslimin”[1].

Imam Syafi’i berkata menekankan pentingnya akhlak:
زِيْنَةُ الْعُلَمَاءِ التَّقْوَى وَحِلْيَتُهُمْ حُسْنُ الْخُلُقِ وَجَمَالُهُمْ كَرَمُ النَّفْسِ

“Perhiasan ulama adalah taqwa, mahkota mereka adalah akhlak yang indah, dan keindahan mereka adalah kedermawanan”.[2]

Imam Syafi’i dan Adab dalam Dialog/Debat

Imam Syafi’i adalah adalah seorang ulama yang banyak melakukan dialog dan pandai berdialog[3], baik dengan lawan ataupun kawan, semuanya dalam rangka nasehat dan mencari kebenaran, bukan kemenangan. Inilah suatu adab mulia dalam dialog yang seharusnya kita perhatikan bersama, apalagi akhir-akhir ini semakin marak dialog dan debat di sana sini.

Imam Syafi’i berkata:
مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا قَطُّ عَلَى الْغَلَبَةِ

“Saya tidak pernah berdebat untuk mencari kemenangan”.[4]

          Beliau juga berkata:
مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا قَطُّ إِلاَّ أَحْبَبْتُ أَنْ يُوَفَّقَ وَيُسَدَّدَ وَيُعَانَ وَيَكُوْنَ عَلَيْهِ رِعَايَةٌ مِنَ اللهِ وَحِفْظٌ وَمَا نَاظَرْتُ أَحَدًا إِلاَّ وَلَمْ أُبَالِ بَيَّنَ اللهُ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِيْ أَوْ لِسَانِهِ

“Tidaklah saya berdebat kecuali saya berharap agar lawan debatku diberi taufiq dan diberi pertolongan dan dijaga oleh Allah. Dan tidaklah saya berdebat kecuali saya tidak menghiraukan apakah Allah menampakkan kebenaran lewat lisanku atau lisannya”.[5]

          Al-Hafizh Ibnu Rojab berkata mengomentari ucapan ini: “Hal ini menunjukkan bahwa beliau tidak mempunyai maksud dan tujuan kecuali nampaknya kebenaran, sekalipun lewat lisan lawan debatnya yang menyelisihinya”.[6]

Kelembutan Imam Syafi’i Terhadap Lawan-nya

Berakhlak baik menghadapi lawan merupakan akhlak indah yang jarang sekali orang bisa menerapkannya, namun Imam Syafi’i termasuk ulama yang mampu menahan dirinya dari sikap emosi dan beliau bisa bersikap arif seperti perintah Allah:
خُذِ العَفْوَ وَأْمُرْ بِالعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الجَاهِلِيْنَ

Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.(QS. Al-A’raf: 199)

Imam Syafi’i berkata:
قُلْ بِمَا شِئْتَ فِيْ مَسَبَّةِ عِرْضِيْ     فَسُكُوْتِيْ عَنِ اللَّئِيْمِ جَوَابُ
مَا أَنَا عَادِمُ الْجَوَابِ وَلَكِنْ         مَا مِنَ الأُسْدِ أَنْ تُجِيْبَ الْكِلاَبَ

Berkatalah sesukamu untuk menghina kehormatanku

Diamku dari orang hina adalah suatu jawaban

Bukan berarti saya tidak memiliki jawaban tetapi

Tidak pantas singa meladeni anjing.[7]

Imam Syafi’i juga pernah mengatakan:
يُخَاطِبُنِيْ السَّفِيْهُ بِكُلِّ قُبْحٍ        فَأَكْرَهُ أَنْ أَكُوْنَ لَهُ مُجِيْبَا
يَزِيْدُ سَفَاهَةً فَأَزِيْدُ حِلْمًا         كَعُوْدٍ زَادَهُ الاِحْرَاقُ طِيْبَا

Orang pandir mencercaku dengan kata-kata jelek

Maka saya tidak ingin untuk menjawabnya

Dia bertambah pandir dan saya bertambah lembut

Seperti kayu wangi yang dibakar malah menambah wangi.[8]

Subhanallah, demikianlah akhlak yang indah.

Imam Syafi’i dan Tazkiyatun Nufus

Tazkiyatun Nufus (penyucian jiwa) adalah perkara yang sangat penting sekali, bahkan merupakan salah satu tugas inti dari dari dakwah Nabi Muhammad.

“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Al-Jumu’ah: 2).

Imam Syafi’i menyeru kepada keikhlasan, beliau berkata:
رِضَا النَّاسِ غَايَةٌ لاَ تُدْرَكُ لَيْسَ إِلَى السَّلاَمَةِ مِنَ النَّاسِ سَبِيْلٌ.  فَانْظُرْ مَا فِيْهِ صَلاَحُ نَفْسِكَ فَالْزَمْهُ وَدَعِ النَّاسَ وَمَا هُمْ فِيْهِ

“Ridho semua manusia adalah tujuan yang tidak mungkin digapai, tidak ada jalan untuk selamat dari omongan orang. Maqka lihatlah kebaikan hatimu, peganglah dan biarkan manusia berbicara sekehendak mereka”.[9]
وَدِدْتُ أَنَّ كُلَّ عِلْمٍ أَعْلَمَهُ تَعَلَّمَهُ النَّاسُ أُوْجَرُ عَلَيْهِ وَلاَ يَحْمَدُوْنِي

“Saya ingin kalau setiap ilmu yang saya ketahui dipelajari oleh manusia kemudian saya diberi pahala dan mereka tidak memuji saya”.[10]

Imam Syafi’i juga menyeru kepada ketaqwaan, beliau berkata:
مَنْ لَمْ تَعُزُّهُ التَّقْوَى فَلاَ عِزَّ لَهُ

“Barangsiapa yang tidak mulia dengan taqwa maka tidak ada kemuliaan baginya”.[11]

Imam Syafi’i menganjurkan  sifat tawadhu’ (rendah diri), beliau berkata:
يَنْبَغِيْ لِلْفَقِيْهِ أَنْ يَضَعَ التُّرَابَ عَلَى رَأْسِهِ تَوَاضُعًا لِلَّهِ، وَشُكْرًا لِلَّهِ

“Hendaknya bagi seorang yang berilmu untuk meletakkan tanah di atas kepalanya sebagai sikap tawadhu’ kepada Allah dan syukur kepadaNya”.[12]

Dekianlah penjelasan tentang prinsip-prinsip imam Syafi’i dalam beragama, semogah kita semua bisa meneladani beliau dalam mengamalkan agama yang mulia ini.

Sumber : Makalah Dauroh Akbar Medan 2011

[1] An-Nashîhah Fima Yazibu Muro’atuhu (hal. 13) oleh Dr. Ibrahim ar-Ruhaili.
[2] Tawali Ta’sis hlm. 135 oleh Ibnu Hajar.
[3]  Menakjubkan ucapan Harun bin Sa’id: “Seandainya Syafi’i berdebat untuk mempertahankan pendapat bahwa tiang yang pada aslinya terbuat dari besi adalah terbuat dari kayu niscaya dia akan menang, karena kepandainnya dalam berdebat”. (Manaqib Aimmah Arbaah hlm. 109 oleh Ibnu Abdil Hadi).
[4]  Tawali Ta’sis hlm.113 oleh Ibnu Hajar.
[5]  Idem hlm. 104.
[6]  Al-Farqu Baina Nashihah wa Ta’yir hlm. 9, tahqiq Ali bin Hasan al-Halabi.
[7] Diwan Asy-Syafi’i hal. 44
[8] Diwan Asy-Syafi’i hal. 156
[9] Manaqib Imam Syafi’i hlm. 90 oleh al-Aburri, Hilyatul Auliya’  9/122 oleh Abu Nu’aim , Al-‘Uzlah hlm. 76 oleh al-Khotthobi.
[10] Manaqib Imam Syafi’i hlm. 115 oleh al-Aburri dan Manaqib Syafi’i 1/257 oleh al-Baihaqi. Imam adz-Dzahabi berkata dalam Siyar 3/3283: “Ucapan dari jiwa yang bersih ini mutawatir dari Syafi’i”.
[11] Tawali Ta’sis hlm. 121 oleh Ibnu Hajar.
[12]  Siyar A’lam Nubala 3/3288 oleh adz-Dzahabi.
 · 

SIAPA WALI ALLAH ITU?

SIAPA WALI ALLAH ITU?

Ketika disebut kata wali, yang terbayang di benak sebagian besar kaum muslimin adalah orang yang memiliki banyak karamah, mulai kemampuan bisa terbang, berjalan di atas air, jum’atan di Masjidil Haram sementara orangnya di indonesia, shalat di atas pelepah pisang, bisa mengobati orang sakit, memahami berbagai bahasa di seluruh dunia, weruh sak durunge winarah (tahu sebelum diberi tahu) dan seambreg anggapan-anggapan sakti lainnya. Atau bisa dsimpulkan, mereka menganggap wali itu sama dengan orang sakti.

Tidak heran, jika ada di antara kiyai fasiq yang berlumuran dengan dosa dan maksiat, namun mereka menyebutnya sebagai wali, karena dia memiliki kesaktian. Sebaliknya, orang yang taat dan ikhlas dalam beribadah, namun karena tidak memiliki kesaktian, status kewaliannya diragukan.

Pemahaman ini, menjadikan sebagain besar kaum muslimin tidak bisa membedakan siapakah wali Allah dan siapakah yang bukan wali Allah (baca: wali setan). Karena bagi mereka standar wali adalah karamah (baca: kesaktian). Tanpa memperhatikan dari mana sumber karamah itu berasal. Akibatnya mereka mensikapi wali-wali Allah sebagai musuh, sebagaimana sikap mereka terhadap setan. Sebaliknya wali-wali setan disikapi sebagaimana orang shaleh layaknya wali Allah, karena dia punya banyak kesaktian.
Pengertian Wali Allah

Secara bahasa kata al-walii berasal dari kata dasar al-walaayah yang artinya cinta dan kedekatan. Lawan kata dari kata al-walaayah adalah al-‘adaawah yang artinya permusuhan. Orang yang taat kepada Allah disebut wali Allah, karena kedekatannya dengan Allah melalui ibadah yang dia lakukan dan ketundukannya untuk berusaha mengikuti semua aturan Sang Pencipta.

Allah ta’ala telah menjalaskan batasan, siapakah wali Allah yang sesungguhnya. Dalam al Qur’an surat Yunus ayat 62-63, Allah telah menjelaskan definisi wali Allah,

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ . الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ

“Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati – jaminan masuk surga – (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.”

Berdasarkan kriteria yang disebutkan dalam ayat di atas, Imam Abu Ja’far At-Thahawi memberikan sebuah kaidah:

والمؤمنون كلهم أولياء الرحمن، وأكرمهم عند الله أطوعهم وأتبعهم للقرآن

“Setiap mukmin adalah wali Allah. Dan wali yang paling mulia di sisi Allah adalah wali yang paling taat dan paling mengikuti Al Qur’an. (Aqidah Thahawiyah).

ketika menafsirkan ayat ini, Ibn Katsir mengatakan:

يخبر تعالى أن أولياءه هم الذين آمنوا وكانوا يتقون، كما فسرهم ربهم، فكل من كان تقيا كان لله وليا

“Allah mengabarkan bahwa wali-wali-Nya adalah setiap orang yang beriman dan bertaqwa. Sebagaimana yang Allah jelaskan. Sehingga setiap orang yang bertaqwa maka dia adalah wali Allah.” (Tafsir Ibn Katsir, 4/278).

Berdasarkan definisi yang disebutkan pada ayat di atas serta beberapa keterangan ulama, dapat disimpulkan bahwa wali Allah adalah setiap hamba Allah yang beriman kepada-Nya dan melaksanakan konsekwensi imannya dengan melakukan ketaatan kepada-Nya. Kedekatannya dengan Allah sebanding dengan kedaan iman yang ada pada dirinya.

Setiap mukmin, berpeluang untuk bisa menjadi wali Allah. Selama dia berusaha berjuang untuk menjadi mukmin yang taat, mengikuti ajaran Al-Quran dan sunah sebagaimana yang didakwahkan para sahabat.

Sekali lagi kami tekankan bahwa ‘wali Allah’ sama sekali tidak ada hubungannya dengan kesaktian, karamah maupun kejadian-kejadian luar biasa lainnya.

Allahu a’lam
 · 

CERITA KAKEK PENJUAL DAWET

CERITA KAKEK PENJUAL DAWET

Dan penjual dawet itupun memikul dagangannya dengan bahu kanan. Dia berjalan perlahan melewati pinggiran jalan raya yang penuh dengan truk dan mobil berkecepatan tinggi. Dia tergesa-gesa mengejar adzan jum’at berkumandang. Tinggal seratus meter lagi menuju masjid. Lelaki tua itu, lelaki tak kenal lelah. Memasuki pelataran masjid. Membasuh tubuhnya dengan air wudhu dan sesekali meminum air itu. “daripada minum dawet, lebih baik aku minum air masjid ini”, begitu mungkin pikirnya.

Aku memandangnya dari jauh. Kulihat sesekali dia menoleh ke barang dagangannya. Takut ada yang mencuri mungkin. Maklumlah, modal yang dipakai pas-pasan. Jangan sampai dagangannya hilang atau rusak oleh ulah tangan jahil. Ketika adzan jum’at berkumandang. Dia memilih sholat di dekat dagangannya.

Kasihan engkau kakek. Di umur senjamu, engkau masih harus bekerja keras sendiri. Dimana anak cucumu kek?

Bahkan ketika sholat jum’at telah selesai. Sang kakek duduk di dekat dagangannya. Berharap ada satu atau dua jamaah yang menoleh dan membeli es dawetnya. Sayang beribu sayang. Mungkin jum’at ini bukan jum’at yang baik baginya. Tak satupun jamaah masjid membeli. Jangankan membeli, menolehpun tidak. Kakek itu hanya terpaku melihat satu per satu jamaah keluar dari halaman masjid.

Peluh mulai membasahi tubuhnya. Bayangan akan lembaran uang lenyap bersamaan dengan sepinya masjid itu….

Aku… yang sedari tadi duduk di halaman masjid, hanya diam tak bergerak. Kuamati sampai berapa lama sang kakek akan bertahan di pelataran masjid itu.

Masjid mulai sepi. Hampir semua jamaah telah pulang. Yang tersisa hanyalah takmir masjid dan beberapa pengurus masjid yang sibuk menghitung uang hasil infak para jamaah. Sang kakek menoleh ke kanan dan ke kiri. Tak ada lagi jamaah tersisa. Tinggal aku dan motor plat merahku. Akupun hanya terdiam. Ingin aku membeli es dawetnya. Tapi apa daya, satu-satunya uang sepuluh ribuan yang kubawa, telah kumasukkan ke dalam kotak infak masjid. Sementara pengurus masjid sibuk menghitung infak, sang kakek harus sibuk menggotong kembali barang dagangannya yang tak laku sama sekali.

Sang kakek, dengan tatapan tegar. Kembali berjalan. Dia keluar dari pelataran masjid menuju ke arah utara, arah dimana rumah dinasku berada.

Kupacu motorku cepat. Kudahului sang kakek, kutunggu dia di depan puskesmas.

Dua puluh menit berlalu dan dari kejauhan, sang kakek akhirnya nampak. Kupanggil dia keras-keras.

“Paaak!!! Paaakk!!!!”

Dan sang kakek pun mendekat. Dia bertanya, “mau beli dawet ta nak?”

“iya”, jawabku mantap.

“berapaan pak satu gelasnya?”

“seribu nak”, jawabnya jujur.

“Masya Allah!!!! Dawet segelas dijual cuman seharga seribu!!! Kapan balik modalnya coba!!!!”, batinku

“yasudah pak, sini masuk, saya mau beli”

Sang kakek berjalan mengikutiku masuk ke ruang rawat inap para pasien.

Singkat cerita. Aku membeli duapuluh gelas dawet untukku dan untuk para keluarga penunggu pasien.

Sang kakek melayani permintaanku dengan senyum mengembang di wajahnya. Kulihat gentong berisi air dawetnya mulai berkurang setengah. Masih sisa setengah lagi.

“sudah pak, berapa semuanya?”

“duapuluh ribu nak”, katanya berkaca-kaca.

“ini pak, bawa saja sisa kembaliannya”, kuserahkan lembaran limapuluh ribu ke tangan kakek itu.

Dan sang kakek bertanya, ‘lho berarti sampeyan shodakoh ini ke saya?”

“apalah kek itu namanya, intinya kembaliannya aku kasih buat kakek….”

“ini namanya shodakoh nak. Matur nuwun nak. Kulo doakan semoga sampeyan lancar rejeki”

“amin ya Allah”, jawabku singkat.

Sang kakek pun kembali memikul dagangannya. Kali ini jalannya semakin cepat. Mungkin karena bahagia atau karena berat gentong dawetnya sudah berkurang setengah.

Tak terasa air mata merembes di pelupuk mataku.

*

Dan tahukah engkau teman. Keesokan harinya, uang limapuluh ribu itu, dikembalikan dengan cara yang sangat ajaib oleh Allah. Dia kembali ke tanganku bukan lagi sebesar limapuluh ribu, melainkan satu juta. Rejeki yang sangat tidak aku perhitungkan bakal kudapat minggu ini. Dan berkat itu, aku bisa menabung 2,5 juta untuk minggu ini. Sejuta lebih banyak dibanding minggu2 sebelumnya.

Kakek….

Terimakasih atas doamu…

Sebenarnya bukan aku, melainkan engkau, yang memberi shodakoh.

Doamu, adalah pembuka pintu rejeki untukku.

Terimakasih banyak, kek….
 · 

BAHAYA MENUDUH ORANG DENGAN KATA KAFIR

BAHAYA MENUDUH ORANG DENGAN KATA KAFIR

Makin banyak saja orang yang dengan mudahnya menganggap saudara muslimnya sebagai kafir atau takfiri, padahal sabda Rasulullah yang artinya: Dan barangsiapa yang memanggil seseorang dengan panggilan “kafir” atau “musuh Allah” padahal dia tidak kafir, maka tuduhan itu akan kembali kepada penuduh.

Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda,
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالْفُسُوقِ وَلَا يَرْمِيهِ بِالْكُفْرِ إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ

Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kata fasiq, dan menuduhnya dengan kata kafir, kecuali tuduhan itu akan kembali kepada si penuduh jika orang yang tertuduh tidak seperti yang dituduhkan. [HR Bukhari]

Dua hadits diatas menjelaskan kepada kita bahaya ucapan kafir. Tuduhan kafir yang ditujukan kepada seorang muslim, pasti akan tertuju kepada salah satunya, penuduh atau yang dituduh.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِذَا كَفَّرَ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا

Apabila ada seseorang yang mengkafirkan saudaranya (seiman-red) maka salah satu dari keduanya akan tertimpa kekufuran. [HR Muslim].
أَيُّمَا امْرِئٍ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ

Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya, “hai orang kafir,” maka kata itu akan menimpa salah satunya. Jika benar apa yang diucapkan (berarti orang yang dituduh menjadi kafir); jika tidak, maka tuduhan itu akan menimpa orang yang menuduh. [HR Muslim].

Jika panggilan itu keliru, artinya orang yang dipanggil kafir tidak benar kafir, maka kata kafir akan kembali kepada orang yang memanggil. Wal iyadzu billah. Jika benar, maka dia selamat dari resiko kekafiran atau kefasikaan, namun bukan berarti ia selamat dari dosa. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar. [2] Maksudnya, orang yang memanggil saudaranya dengan kata kafir atau fasiq, meskipun benar, namun boleh jadi ia menanggung dosa. Misalkan jika maksud dan tujuannya untuk mencela, membongkar aib orang di masyarakat atau memperkenalkan orang ini. Perbuatan seperti ini tidak diperbolehkan. Kita diperintahkan untuk menutupi aib ini kemudian membimbing dan mengajarinya dengan lemah lembut dan bijaksana. Sebagaimana firman Allah,
اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ

Berserulah ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan dengan nasihat yang baik. [An Nahl:125]

Selama masih bisa dibimbing dengan lemah lembut, maka jalan kekerasan tidak boleh ditempuh. Dan juga, panggilan kafir dan fasiq sering membuat orang menjadi marah. Lalu syaithan mendorongnya untuk terus-menerus melakukan perbuatan dosa. Sehingga kadang ada yang mengatakan,“Ya saya ini kafir,” kemudian terus-menerus berbuat dosa.

Adapun jika orang yang mengucapkan, hai kafir atau hai fasiq, bertujuan untuk menakut-nakuti orang yang dipanggil agar menghindari perbuatan-perbuatan dosa, atau untuk menasihatinya dan atau untuk menasihati orang lain agar menjauhi perbuatan yang dilakukan orang ini, maka orang ini jujur dan pada saat yang sama dia mendapatkan pahala.
 · 

About me

MENUJU MASA DEPAN

Photostream

Blogger templates