4 Keutamaan Ayat Kursi

4 Keutamaan Ayat Kursi

Ayat kursi adalah ayat yang terletak dalam surat Al Baqarah ayat 255:
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar
Di dalamnya terdapat pemaparan 3 macam tauhid: tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid nama dan sifat Allah.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, “ayat kursi ini memiliki kedudukan yang sangat agung. Dalam hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa ia merupakan ayat teragung yang terdapat dalam Al-Quran” (Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim).
Banyak sekali keutamaan dari ayat kursi. Penulis akan memaparkan beberapa saja dari keutamaan dari ayat kursi.

1. Ayat yang Paling Agung dalam Al-Quran

Sebagaimana yang ada pada pertanyaan yang diajukan oleh Rasulullah kepada Ubay bin Ka’ab, “Ayat mana yang paling agung dalam kitabullah?” Ubay menjawab, “Ayat kursi.” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam menepuk dada Ubay kemudian berkata, “Wahai Abu Mundzir, semoga engkau berbahagia dengan ilmu yang engkau miliki.” (HR. Muslim).
Ayat Kursi dikategorikan sebagai ayat yang paling agung karena di dalamnya terdapat nama Allah yang paling agung, yaitu Al Hayyu dan Al Qayyum. Namun ulama berselisih pendapat manakah nama Allah yang paling agung.

2. Keagungannya Melebihi Langit dan Bumi

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah Allah menciptakan langit dan bumi melebihi agungnya Ayat Kursi (karena di dalam ayat tersebut telah mencakup Nama dan Sifat Allah)
Sufyan ats-Tsauri berkata, “Sebab ayat kursi merupakan (salah satu) kalamullah (perkataan Allah), sedangkan kalamullah itu lebih agung dari ciptaan Allah yang berupa langit dan bumi” (HR. At-Tirmidzi)

3. Salah Satu Bacaan Dzikir Sebelum Tidur

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila engkau mendatangi tempat tidur (di malam hari), bacalah Ayat Kursi, niscaya Allah akan senantiasa menjagamu dan setan tidak akan mendekatimu hingga waktu pagi” (HR. Al-Bukhari).
Jadikanlah ayat kursi sebagai dzikir rutin yang dibaca ketika hendak tidur. Selain itu, ayat kursi juga termasuk bacaan dzikir pagi dan petang.

4. Salah Satu Sebab Masuk Surga

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca Ayat Kursi setelah selesai shalat, maka tidak ada yang menghalanginya masuk surga kecuali kematian” (HR. An Nasa-i, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani).
Beberapa hadits di atas menunjukkan keutamaan Ayat Kursi. Apabila kita merutinkannya, maka kita akan mendapatkan keutamaan yang sangat banyak. Hendaknya setiap muslim bersemangat untuk hal yang bermanfaat bagi dirinya, terkhusus untuk akhiratnya. Ayat Kursi sendiri bukanlah ayat yang panjang dan sulit untuk dihapal. Semoga Allah mudahkan kita untuk mengamalkannya. Wallahul Muwaffiq.
***
Referensi: Terjemahan tafsir ayat kursi karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Penulis: Wiwit Hardi P.
Artikel Muslim.Or.Id

Al Qur’an Adalah Cahaya

Al Qur’an Adalah Cahaya

Satu wasiat lagi yang disampaikan Syaikh Muhammad Khalifah At Tammimi ketika kami berkunjung ke kampus Al Madinah International University (MEDIU), beliau memberikan wejangan kepada hadirisan dan di dalamnya beliau menjelaskan sebuah ayat mengenai pentingnya dakwah dan menyebarkan ilmu syar’i di tengah umat. Berikut ini kami ringkas lagi yang masih teringat:
Yaitu firman Allah Ta’ala:
(وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا ۚ مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَٰكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚ وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ)
Demikianlah Kami wahyukan ruh (Al Qur’an) kepadamu dari sisi Kami. Sebelumnya kamu (Muhammad) tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus” (QS. Asy-Syura : 52)

Penjelasan ayat

Syaikh Muhammad Khalifah At Tammimi menjelaskan:
Demikianlah Kami wahyukan ruh (Al Qur’an) kepadamu dari sisi Kami“, demikianlah dalam ayat ini Allah sebut Al Quran adalah “Ruh” karena dengannya hiduplah hati, seperti badan yang hidup dengan ruh.
Sebelumnya kamu (Muhammad) tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu“. Allah ajarkan Rasulullah Al Quran dan Islam yang sama sekali beliau belum tahu sebelumnya. Maka kebodohan terhadap Islam dan kebodohan terhadap Al Quran itu harus ditumpas, bukan didiamkan.
tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami“. Kalau Anda berjalan di tempat gelap, tentu perlu lampu bukan? Begitulah, kekufuran adalah kegelapan, sedangkan lampunya adalah Al Quran.
Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus“. Perhatikan, sebelumnya tidak tahu apa-apa tentang Al Qur’an, tidak tahu apa-apa tentang iman, akhirnya menjadi penunjuk ke jalan yang lurus yang diikuti banyak orang. Itulah berkah cahaya ilmu, dan itulah berkah cahaya Al Quran.
Semoga bermanfaat.

Penulis: Amrullah Akadhinta
Artikel Muslim.Or.Id

Agar Dunia Tak Memenjara (1)

Agar Dunia Tak Memenjara (1)

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasul junjungan; Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Sudah menjadi watak manusia untuk mencintai keindahan, kesenangan, kebahagiaan, atau yang senada dengannya, karena memang manusia diciptakan dengan dilengkapi hawa nafsu. Oleh karena itu, setiap yang berbau enak pasti digandrunginya. Itu tidak bisa dipungkiri. Harta, tahta dan wanita adalah tiga hal yang tidak akan pernah sepi dari para pengejarannya. Pesta, perayaan, senang-senang, dan hura-hura adalah sesuatu yang akan selalu melekat pada diri manusia.
Sesuai fitrahnya, manusia memang bergerak karena dorongan syahwatnya. Ia akan berusaha mewujudkan apa yang diinginkannya, dan memenuhi apa yang menjadi hasrat kesenangannya. Apa yang diinginkannya akan selalu tampak indah di matanya. Perhatikanlah firman Allah ‘Azza wa Jalla berikut (yang artinya),
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) (Q.s. Âli ‘Imran [3]: 14).
Nah, begitulah manusia diciptkan memiliki rasa suka. Suka wanita, suka anak, dan suka harta. Rasa suka itu bukan monopoli kalangan tertentu. Semua jenis manusia punya rasa itu. Baik laki-laki maupun perempuan. Tua, muda, sama saja. Kaya, miskin, sehat, sakit, tak ada bedanya. Semuanya punya. Itulah fitrah. Oleh karenanya, ia tidaklah tercela jika memenuhi hasrat rasa sukanya itu. Yang tercela adalah apabila ia berlebih-lebihan dalam hasratnya dan memperturutkan hawa nafsunya. Camkanlah hadis Nabi Muhammad Saw berikut ini.
عن أنس رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ثلاث مهلكات: شُحٌّ مُطَاعٌ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بنفْسِهِ.
Dari Anas r.a. berkata, Rasulullah Saw pernah bersabda, “Tiga hal yang mencelakakan: sifat pelit yang diikuti; hawa nafsu yang dituruti; dan rasa bangga terhadap diri sendiri” (HR. Baihaqi. Syaikh Albani menghasankan hadis ini).
Namun, masih saja manusia lebih senang memperturutkan hawa nafsunya. Demi kesenangan, apa pun akan dilakukannya. Dunia memang tampak menyenangkan dan selalu lekat dengan yang berbau kesenangan: wanita, kekuasaan, perhiasan, permainan, dan lain-lain. Bahkan, sedari dulu pun pergulatan hidup manusia tidak lepas dari itu-itu saja. Gara-gara wanita, Al-Baghawi menyebutkan dalam kitab Tafsirnya Ma’âlim at-Tanzîl, bahwa si Qabil, anak laki-laki nabi Adam ‘Alaihissalam tega membunuh saudaranya sendiri Habil, demi merebut si cantik Iqlima.
Gara-gara kekuasaan, At-Thabari mencantumkan dalam kitabnya Jâmi’ al-Bayân, bahwa Walid bin Mus’ab, si Fir’aun Mesir, mengeluarkan perintah pembunuhan massal bayi laki-laki, karena takut kelak di antara bayi-bayi itu ada yang merebut kekuasaannya. Gara-gara kekayaan, Ibnu Katsir mengabadikan dalam kitab Tafsîr al-Qur’ân al-‘Adhîmnya, bahwa si Qarun, konglomerat di zaman nabi Musa ‘Alaihissalam itu menjadi congkak dan sombong. Ketika diingatkan agar tidak bertingkah demikian, bukannya insyaf, justru kecongkakan dan kesombongannya semakin menjadi-jadi. Lalu Allah benamkan dirinya beserta seluruh harta kekayaannya ke dalam perut bumi, hingga tak tersisa sedikit pun.
Begitu pula intrik-intrik yang terjadi di sepanjang sejarah manusia, selalu berkutat di situ-situ saja. Perseteruan antar preman, tawuran massal antar kampung, perkelahian antar anak bangsa, bahkan peperangan antar negara, juga seringkali disebabkan oleh hal-hal tersebut? Memang menyenangkan menjadi seorang pemenang. Lalu apa hasil yang dicapai dari sebuah kemenangan? Kesenangan, mungkin itulah yang akan mereka ucapkan. Tapi kesenangan yang seperti apa? Hakiki? Tentu bukan! Tidak seberapa lama kemudian kesenangan itu juga akan hilang. Karena kesenangan tersebut bersifat semu, tidak hakiki.
Lihatlah, bagaimana kesudahan Qabil setelah berhasil membunuh Habil? Apa yang terjadi pada Fir’aun setelah melenyapkan semua bayi laki-laki? Dan apa yang didapat Qarun setelah memamerkan kekayaannya? Bukankah kesenangan? Ya, kesenangan-lah yang mereka dapatkan, namun hanya sesaat. Setelah itu, mereka ditimpa kesusahan yang teramat, hasil dari apa yang mereka perbuat.
Sebab, kesenangan hakiki itu tempatnya ada di hati, hati yang tersentuh oleh cahaya ilahi. Seberapa banyak orang yang berharta namun tidak bahagia? Seberapa sering dijumpai orang yang bertahta namun tidak tenang hidupnya? Dan tidak jarang kita jumpai orang yang beristri cantik namun hidupnya sengsara. Orang lain menganggap hidupnya senang, namun dirinya mendapati batinnya ‘berteriak’ karena tersiksa oleh derapan rasa kekosongan yang berkepanjangan.
Sebaliknya, tidak sedikit orang yang hidupnya melarat, untuk sekedar makan saja ia kesusahan, tetapi secara batin ia bahagia. Tidak jarang pula orang yang istrinya tidak begitu cantik tetapi ia berbahagia dengan hidupnya. Apa pasal? Karena ia telah menemukan ketenangan di dalam hatinya. Sesuatu yang tidak bisa didapatkan dari harta, tahta, dan wanita. Ya, itulah keimanan. Itulah kebahagiaan yang sebenarnya.
Penyair Arab pernah berdendang,
Tidak kutemukan kebahagiaan pada kumpulan harta
Namun pada ketakwaan kutemui makna bahagia
Rasa takwa sebaik-baik bekal simpanan
Di sisi Tuhan pun ia mendapat tambahan
Ya, kebahagiaan itu hanya akan diperoleh dengan ketakwaan, keimanan dan amal salih. Bukan dengan tumpukan harta, kebesaran tahta, ataupun kecantikan wanita. Sebab semua itu semu. Maka sungguh celakalah orang yang menjual agamanya demi kebahagiaan yang tidak hakiki, menjual akhiratnya demi kepuasan hawa nafsu. Hanya kegundahan, kesedihan dan kesempitanlah yang akan didapatkannya. Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan;
Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (Q.s. Thâhâ [20]: 124).
Sekali lagi, kebahagiaan hanya akan didapatkan dengan keimanan. Sebab sesiapa yang merasakan nikmatnya iman, niscaya akan merasakan manisnya kebahagiaan yang hakiki. Sesuatu yang membuatnya merasa hidup dengan dada lapang, hati tenang, dan ketentraman batin.
Camkanlah kata-kata Ibnu Taimiyah yang dinukil  ad-Dimasyqi dalam Ar-Raddu al-Wâfirnya berikut ini,
Sesungguhnya di dunia ini ada sebuah surga, siapa pun yang tidak masuk ke dalamnya, niscaya ia tidak akan masuk surga akhirat. Ada seseorang yang mengingatkanku tentang apa yang diperbuat musuh-musuh terhadapku. Maka aku katakan padanya, ‘Surga dan tamanku ada di dadaku, ia akan tetap selalu menyertaiku ke mana pun aku pergi
***
Penulis: Abu Hasan Abdillah, BA., MA.
Artikel Muslim.Or.Id

22 Istilah Makanan Daging Babi yang Harus Diketahui

22 Istilah Makanan Daging Babi yang Harus Diketahui

Produk makanan berbahan baku babi masih banyak beredar di masyarakat dalam berbagai bentuk makanan yang dijual di pasaran. Untuk itu, umat Islam diimbau untuk selektif dalam menentukan pilihan makanan yang akan dikonsumsinya, terutama makanan yang labelnya menggunakan bahasa asing.
Media sosial kembali diramaikan dengan munculnya makanan di sebuah mal yang diduga berbahan baku daging babi. Menggunakan merek Siomay Cu-Nyuk, tak sedikit konsumen Muslim turut mencicipi olahan makanan yang memakai istilah lain dari siomay babi tersebut.
Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim mengakui saat ini memang banyak beredar makanan yang bahan bakunya menggunakan daging babi, lemak babi, dan minyak babi. Bahan-bahan itu cocok dicampurkan dengan beberapa bahan makanan olahan.
"Makanan yang mengandung babi memang banyak sekali dan hampir keseluruhan makanan itu kemungkinan mengandung babi," kata Lukman seperti dikutip Republika Online, Senin (02/02). 
Lukman mengatakan, karena menggunakan bahasa asing, kebanyakan masyarakat umum jarang yang mengetahui jika beberapa produk yang dijual secara bebas berbahan baku babi. "Itu memang menggunakan istilah-istilah tidak umum, seperti tadi Siomay Cu-Nyuk. Istilah itu bukan bahasa Indonesia," ujarnya.
Founder Halal Corner Aisha Maharani lewat akun Twitter-nya, @AishaMaharanie mencatat ada 22 sebutan lain untuk bahan baku dari babi dan turunannya. Istilah-istilah tersebut termasuk asing dan jarang didengar masyarakat Indonesia.
"Misalnya, dwaeji, daging babi dalam bahasa Korea, biasanya digunakan sebagai varian dalam bulgogi dan galbi," cuitnya.
***
Pig: Babi muda dengan berat kurang dari 50 kg.
Pork: Daging babi.
Swine: Daging babi untuk seluruh spesies babi.
Hog: Babi dewasa dengan berat melebihi 50 kg.
Boar: Babi liar, babi hutan, atau celeng.
Lard: Lemak babi, biasa digunakan sebagai minyak untuk masakan, kue, atau bahan sabun.
Bacon: Daging hewan yang diasapi, terutama babi.
Ham: Daging babi bagian paha.
Sow: Babi betina dewasa (namun istilah ini jarang digunakan).
Sow milk: Susu yang dihasilkan dari babi.
Bak: Daging babi dalam bahasa Tiongkok. Misal: Bak Kut Teh, bakkwa.
Char siu, cha siu, char siew: Mengacu hidangan kanton berupa daging barbeku.
Cu Nyuk: Daging babi dalam bahasa Khek/Hakka. Istilah ini digunakan dalam makanan siomay dan bubur.
Rou: Babi dalam bahasa Mandarin, misalnya, hingshao rou, rou jia mo, tuotuorou, yuxiangrousi.
Dwaeji: Daging babi dalam bahasa Korea, biasanya digunakan sebagai varian dalam bulgogi dan galb.
Tonkatsu: Hidangan Jepang berupa irisan daging babi yang digoreng dengan tepung panir.
Tonkotsu: Hidangan Jepang berupa ramen berkuah putih keruh, terbuat dari tulang, lemak, dan kolagen babi.
Butaniku: Sebutan daging babi dalam bahasa Jepang.
Yakibuta: Hidangan Jepang mirip char siu, biasanya digunakan untuk toping ramen.
Nibuta: Hidangan Jepang berupa pundak babi yang dimasak dengan sedikit kuah.
B2: Sebutan untuk makanan yang berbahan daging babi di daerah Batak dan Yogyakarta.
Khinzir: Nama untuk babi dalam bahasa Arab dan Melayu

Nasehat Ulama Untuk Meninggalkan “Qiila wa Qaala” Di Internet

Nasehat Ulama Untuk Meninggalkan “Qiila wa Qaala” Di Internet

Penanya: wahai Syaikh, Apa nasehat anda bagi para pemuda yang menyibukkan diri dalam “al qiila wal qaal” di internet dan berbantah-bantahan?
Asy Syaikh: menyibukkan apa?
Penanya: menyibukkan diri dalam “al qiila wal qaal” di internet
Asy Syaikh: al qiila wal qaal ?
Penanya: ya
Asy Syaikh: nasehatku agar mereka mempelajari ilmu (agama) dan menyibukkan diri dengan ilmu (agama) sehingga ia mencapai kebaikan dan mengamalkannya, dan ia memberikan manfaat bagi manusia dengan ilmu itu, dan hendaknya ia meninggalkan al qiila wal qool yang tidak memberikan kepada mereka kebaikan, ia hanya memberikan mereka miudharat, ini nasehat saya bagi mereka.
Penanya: dan mereka menyibukkan diri berbantah-bantahan sedangkan mereka bukan ahlinya
Asy Syaikh: selamanya (tidak!), wajib atas mereka untuk memperdalam ilmu agama dan menyibukkan diri dengan ilmu yang bermanfat dan janganlah mereka menyibukkan diri dengan perkara-perkara yang mereka bukan ahlinya .
Penanya: Jazaakumullahhu khairan (semoga Allah membalas anda dengan kebaikan).
[Transkrip tanya jawab bersama guru tercinta Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbaad, ulama muhaddits kota Madinah, hafidzahullah ta’aala, setelah pelajaran mata kuliah kitab Sunan An-Nasaaiy yang disampaikan di Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Madinah, Kerajaaan Arab Saudi. Tanggal rekaman: 2 Muharram 1435/ 05 November 2013] Keterangan:
Makna al qiila wal qaal menurut para ulama:
Al Imam Malik rahimahullah mengatakan: ” qiila wa qal” memperbanyak ucapan dan menyebar berita yang mengkhawatirkan, seperti ucapan seseorang: “si fulan mengatakan (begini)”, “si fulan melakukan (ini)” dan ikut-ikutan dalam perkara yang tidak pantas.
Al Imam An Nawawiy rahimahullah berkata: “qiila wa qaal” adalah masuk campur dalam kabar-berita orang lain dan menghikayatkan sesuatu yang tidak penting dari keadaan-keadaan dan perbuatan mereka. (Syarah Shahih Muslim, pada hadits no. 3236) . Beliau juga berkata : makna “qiila wa qaal” adalah; menceritakan semua yang ia dengarkan, ia berkata: “katanya begini”, “kata si fulan begitu” dari perkara yang ia (sendiri) tidak mengetahui keabsahannya, tidak pula menyangkanya (demikian). Cukuplah seseorang itu dikatakan berdusta, (tatkala) ia menceritakan semua yang ia dengarkan. (Syarah Riyadhus Shaalihin, Bab no. 41).
Asy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah: “qiila wa qaal” maksudnya mengutip ucapan dan kebanyakan apa yang diucapkan oleh manusia dan ia banyak berkomentar dengannya. Dan tidak ada tujuannya melainkan membicarakan orang lain, “mereka bilang begini dan katanya begitu”. Apalagi jika perkara ini terkait kehormatan Ahli Ilmu(ulama) dan kehormatan penguasa, maka akan sangat dan sangat dibenci di sisi Allah (Syarah Riyadhus Shalihiin).
Berkata guru kami Asy Syaikh Rabi’ hafidzahullah : “qiila wa qaal” adalah masuk campur dalam kebathilan dan pada perkara yang tidak penting. (Mudzakkiroh Fii Al-Hadits An-Nabawiy, hal. 18).

Penulis: Ustadz Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc.
Artikel Muslim.Or.Id

Jangan Bersedih Jika Dakwah Anda Tidak Diterima

Jangan Bersedih Jika Dakwah Anda Tidak Diterima

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah
Janganlah Bersedih jika dakwahmu tidak diterima, wahai para dai yang mengajak kepada Allah. Karena jika engkau telah melakukan kewajibanmu, berarti engkau telah terbebas dari tanggungan, dan perhitungan hisabnya kembali kepada Allah ta’ala. Sebagaimana firman Allah ta’ala kepada Nabi-Nya shollallohu alaihi wasallam :
لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ (22) إِلَّا مَنْ تَوَلَّى وَكَفَرَ (23) فَيُعَذِّبُهُ اللَّهُ الْعَذَابَ الْأَكْبَرَ (24) إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ (25) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ (26)
Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. Tetapi barangsiapa berpaling dan kafir, Allah akan mengazabnya dg azab yg besar. Sungguh kepada Kami-lah mereka kembali. Lalu sungguh kewajiban Kami-lah membuat perhitungan hisab mereka” (QS. Al-Ghosyiah: 22-26)
Oleh karena itu, wahai para dai yang mengajak kepada Allah, janganlah bersedih jika perkataanmu dicampakkan, atau tidak diterima di kesempatan pertama, karena engkau telah menunaikan kewajibanmu.
Tapi ingatlah, bahwa jika engkau mengatakan kebenaran karena mengharap wajah Allah, maka perkataan itu harus punya pengaruh, walaupun perkataan itu dicampakkan di depanmu, tapi perkataan itu harus punya pengaruh, sebagaimana ada ibroh dalam kisah Musa -alaihissalam- bagi para dai yang mengajak kepada Allah…
Perkataan yang benar, haruslah memiliki pengaruh, namun bisa jadi pengaruhnya langsung, bisa jadi pengaruhnya datang belakangan. Wallohul muwaffiq.
(Syarah Arbain Nawawiyyah: 131-132)

Penerjemah: Ust. Musyaffa Ad Darini, MA.
Artikel Muslim.Or.Id

Nasehat Syaikh Shalih Al Fauzan Dalam Menyambut Ramadhan

Nasehat Syaikh Shalih Al Fauzan Dalam Menyambut Ramadhan

Suatu saat, Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah mendapat pertanyaan, “kami mengharapkan dari anda suatu bimbingan dan arahan yang berkaitan dengan kedatangan bulan Ramadhan? Apa yang wajib dilakukan oleh seorang muslim dalam menghadapi hal itu?”
Beliau menjawab :
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan pengikutnya, dan segenap para sahabatnya. Amma ba’du.
Tidak lama lagi, hilal bulan Ramadhan yang diberkahi akan muncul dengan membawa berbagai kebaikan dan keutamaan bagi umat Islam. Inilah bulan yang Allah jadikan penuh dengan keberkahan, dimana pada bulan ini [dahulu] diturunkan al-Qur’an.
Allah menetapkan pada bulan itu ada Lailatul Qadar/malam kemuliaan. Allah mewajibkan puasa pada bulan ini kepada segenap kaum muslimin. Dan Allah mensyari’atkan puasa Ramadhan ini bagi seluruh umat Islam.
Siang harinya diwarnai dengan puasa. Malam harinya diisi dengan sholat malam. Dan apa-apa yang ada diantara waktu-waktu itu dihiasi dengan dzikir kepada Allah ‘azza wa jalla serta mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai jenis ketaatan.
Oleh sebab itu, semua waktu yang ada pada bulan itu penuh dengan keberkahan, semuanya mengandung kebaikan. Dan semuanya merupakan ghanimah/perbendaharaan dan harta yang sangat berharga bagi seorang muslim.
Maka sudah semestinya bagi setiap muslim untuk bergembira dengan datangnya bulan ini; karena pada bulan ini dia akan mendapatkan jalan keselamatan dari berbagai kebinasaan dan kehancuran.
Hal itu dikarenakan bulan ini menyajikan untuknya banyak sekali kebaikan dan sebab-sebab keselamatan, yaitu apabila dia benar-benar memahami agungnya kedudukan bulan ini dan memetik faidah darinya dengan sebaik-baiknya.
Adapun orang yang tenggelam dalam kelalaian atau diliputi kebodohan terhadap keagungan bulan ini, maka sesungguhnya orang semacam itu tidak akan ‘mampu’ membedakan antara bulan ini dengan bulan-bulan yang lain.
Bahkan, bisa jadi dia akan menganggap bulan Ramadhan adalah bulan untuk bermalas-malasan. Bulan untuk menyantap berbagai makanan dan minuman.
Bulan untuk tidur di siang hari dan begadang di malam hari -tanpa faidah- sehingga dia tidak mendapatkan manfaat apa-apa darinya. Bahkan terjatuh dalam dosa.
Karena keburukan/dosa pada bulan itu akan dilipatgandakan dosanya daripada di bulan-bulan yang lainnya dan diberikan ganjaran hukuman yang lebih berat, sebagaimana pula pada bulan itu kebaikan akan diperbesar pahalanya.
Amal kebaikan pada bulan itu akan diperbesar pahalanya di sisi Allah jauh lebih banyak daripada amal kebaikan serupa yang dilakukan pada waktu-waktu selainnya. Demikian pula perbuatan-perbuatan maksiat maka dosanya jauh lebih berat, dan itu semuanya adalah disebabkan kemuliaan waktu yang ada pada bulan ini.
***
Dicuplik dari website beliau : http://alfawzan.af.org.sa/node/7473

Penerjemah: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel Muslim.Or.Id

Memilih Pendapat yang Berbeda dari Para Ulama

Memilih Pendapat yang Berbeda dari Para Ulama

Bagaimana cara memilih pendapat yang berbeda dari para ulama?
Orang awam kadang dibingungkan dengan pendapat ulama yang berbeda-beda. Ada yang menyatakan boleh, ada yang tidak. Ada yang menyatakan haram, ada yang menyatakan halal. Ada ulama yang menyatakan wajib dan sunnah. Kalau kita sebagai orang yang buta akan dalil, bagaimanakah kita memilih pendapat-pendapat yang ada?
Yang jelas, ahlul ilmi atau orang yang berilmulah yang dijadikan referensi orang awam untuk bertanya ketika ia sulit menemukan dan memahami dalil. Allah Ta’ala memerintahkan untuk bertanya pada orang yang berilmu,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An Nahl: 43 dan Al Anbiya’: 7).
Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan,
وَهَذَا أَمْرٌ لِمَنْ لاَ يَعْلَمُ بَتَقْلِيْدِ مَنْ يَعْلَمُ
“Ayat di atas berisi perintah bahwa yang tidak tahu hendaklah taqlid (mengikuti) yang lebih tahu.” (I’lamul Muwaqqi’in, 2: 448)
Ibnu Taimiyah –guru dari Ibnul Qayyim- rahimahullah berkata,
وَأَنَّ الِاجْتِهَادَ جَائِزٌ لِلْقَادِرِ عَلَى الِاجْتِهَادِ وَالتَّقْلِيدَ جَائِزٌ لِلْعَاجِزِ عَنْ الِاجْتِهَادِ
“Ijtihad itu dibolehkan bagi orang yang mampu berijtihad. Taqlid juga dibolehkan bagi orang yang tidak mampu berijtihad.” (Majmu’ Al Fatawa, 20: 204).
Syaikh As Sa’di rahimahullah menyatakan bahwa kita diperintahkan untuk bertanya pada ahli ilmu di mana mereka diberikan kepahaman Al Qur’an. Mereka mengetahui dan memahami Al Qur’an tersebut. Ayat ini juga sekaligus pujian untuk orang yang berilmu. Adapun ilmu yang termulia adalah ilmu mengenai Al Qur’an. Bahkan Syaikh As Sa’di mengungkapkan bahwa ‘ahlu dzikri’ yang disebutkan dalam ayat adalah ahli Al Quran Al ‘Azhim. Merekalah ahlu dzikri yang sebenarnya. Mereka lebih utama dari lainnya yang menyandang nama semacam itu. (Lihat Taisir Al Karimir Rahman, hal. 463).
Sekarang, bagaimana jika kita dihadapkan pada pendapat ulama yang berbeda dalam suatu masalah? Ada ulama yang menyatakan boleh, ada yang menyatakan tidak boleh.
Kita bisa mengambil pelajaran dari hadits berikut,
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ
Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berkata bahwa dari hadits di atas sebagian ulama berdalil jika ada ulama yang menyatakan haram, ada pula yang menyatakan halal, maka hendaklah ia ambil pendapat yang menyatakan haram dalam rangka wara’ (hati-hati). Namun Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan bahwa tetap di sini dipandang terlebih dahulu dari para ulama yang berselisih. Manakah yang lebih berilmu, manakah yang lebih kredibel dari yang lainnya. (Lihat Fathul Dzil Jalali wal Ikram, 15: 156-157)
Berarti bagi orang awam yang mesti ia lakukan adalah memilih pendapat yang lebih hati-hati yang menunjukkan sikap wara’. Jika tidak mampu, pendapat yang diikuti adalah dari orang yang lebih dipandang berilmu dari yang lain jika ia bingung dalam menimbang pendapat-pendapat ulama yang ada. Karena orang awam sulit untuk memahami dalil, maka ia ikuti yang paling berilmu di antara ulama yang ada.
Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan,
وَأَمَّا مَنْ كَانَ عَاجِزًا عَنْ مَعْرِفَةِ حُكْمِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَقَدْ اتَّبَعَ فِيهَا مَنْ هُوَ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ وَالدِّينِ وَلَمْ يَتَبَيَّنْ لَهُ أَنَّ قَوْلَ غَيْرِهِ أَرْجَحُ مِنْ قَوْلِهِ فَهُوَ مَحْمُودٌ يُثَابُ لَا يُذَمُّ عَلَى ذَلِكَ وَلَا يُعَاقَبُ وَإِنْ كَانَ قَادِرًا عَلَى الِاسْتِدْلَالِ وَمَعْرِفَةِ مَا هُوَ الرَّاجِحُ
“Adapun seseorang yang tidak mampu mengenal hukum Allah dan Rasul-Nya, ia hanya mengikuti ulama dan orang yang paham agama, tidak nampak baginya pula pendapat yang lebih kuat dari pendapat tersebut, maka taqlid seperti ini terpuji dan berpahala. Yang dilakukan tidaklah tercela dan tidak mendapatkan hukuman. Walaupun sebenarnya ia mampu untuk mencari dalil dan mengenal manakah pendapat yang lebih kuat.” (Majmu’ Al Fatawa, 20: 225).
Akan tetapi, catatan yang perlu diperhatikan bahwa perselisihan pendapat yang diterima adalah jika dalil yang jadi pegangan masih samar. Itulah khilaf yang masih teranggap. Jadi bukan perbedaan yang kita terima namun karena dalil yang belum sempurna untuk dipahami. Sedangkan dalam suatu masalah jika tidak berdasarkan dalil, maka yang memilih pendapat tanpa dalil tidak teranggap sebagai khilaf (beda pendapat). (Lihat Fathul Dzil Jalali wal Ikram, 15: 157)
Semoga bermanfaat. Wa billahit taufiq was sadaad.

Referensi:

Fathul Dzil Jalali wal Ikram bi Syarh Bulughil Marom, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan pertama, tahun 1435 H.
I’lamul Muwaqqi’in, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan kedua, tahun 1433 H.
Ma’alim Ushulil Fiqh ‘inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Muhammad bin Husain bin Hasan Al Jizaniy, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan kesembilan, tahun 1431 H.
Majmu’atul Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Darul Wafa’ dan Dar Ibni Hazm, cetakan keempat, tahun 1432 H.
Taisir Al Karimir Rahman (Tafsir As Sa’di), Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan kedua, tahun 1433 H.

Selesai disusun menjelang Zhuhur di Darush Sholihin, 15 Rabi’ul Awwal 1436 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id

Apa Benar Taklid itu Haram?

Apa Benar Taklid itu Haram?

Bagaimanakah hukum taklid itu sendiri, apakah dibolehkan atau diharamkan? Taklid yang dimaksudkan yaitu mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui dalilnya sebagaimana telah dijelaskan di sini.
Rinciannya sebagai berikut:
1- Taklid secara umum dibolehkan untuk orang awam yang tidak punya kemampuan untuk memahami dalil.
Karena Allah memerintahkan kita untuk rajin bertanya pada ahli ilmu jika kita tidak mengetahui. Dalam ayat disebutkan,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Bertanyalah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (QS. An Nahl: 43, Al Anbiya’: 7).
2- Orang berilmu yang bisa menelusuri dan memahami dalil harus meninggalkan taklid.
Perincian hal di atas dipaparkan oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah berikut:
“Menurut mayoritas ulama, ijtihad itu boleh secara umum. Begitu pula taklid boleh secara umum. Setiap orang tidak diwajibkan untuk berijtihad dan tidak diharamkan untuk taklid. Begitu pula setiap orang tidak diwajibkan untuk taklid dan tidak diharamkan untuk berijtihad.
Ijtihad boleh-boleh saja bagi orang yang punya kapabilitas untuk berijtihad. Begitu pula taklid boleh-boleh saja bagi orang yang tidak mampu untuk berijtihad.
Adapun orang yang mampu untuk berijtihad, apakah boleh ia taklid?
Untuk masalah ini ada perselisihan pendapat. Yang tepat, taklid itu boleh ketika tidak mampu untuk berijtihad. Boleh jadi taklid jadi jalan pilihan karena terbatasnya dalil, sempitnya waktu untuk berijtihad, atau tidak nampak dalil yang kuat padanya. Sehingga sesuatu yang seseorang tidak mampu untuk memenuhinya, jadilah gugur wajibnya dan beralih pada penggantinya yaitu taklid sebagaimana halnya ketidakmampuan karena tidak dapat bersuci dengan air.
Orang awam pun demikian adanya. Ketika mampu berijtihad untuk sebagian masalah, maka boleh ia berijtihad. Ijtihad boleh saja sifatnya parsial. Patokan ijtihad dan taklid adalah adanya kemampuan ataukah tidak. Bisa saja seseorang punya punya kemampuan untuk menyimpulkan dalil untuk sebagian masalah (tidak pada masalah yang lain).” (Majmu’ Al Fatawa, 20: 203-204).
Semoga bermanfaat.

Referensi:

Ma’alim Ushulil Fiqh ‘inda Ahlis Sunnah, Muhammad bin Husain bin Hasan Al Jizaniy, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan kesembilan, tahun 1431 H.
Majmu’atul Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Darul Wafa’ dan Dar Ibnu Hazm, cetakan keempat, tahun 1432 H.

Selesai disusun 12:05 AM, 5 Jumadal Ula 1436 H di Darush Sholihin Panggang Gunungkidul
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id

"Indonesia Darurat Pornografi"

 

pernyataan MenSos bahwa "Indonesia Darurat Pornografi" itu lebih dari benar adanya | inilah urgensi penerapan syariat Islam bagi negeri


dalam sistem kapitalis, seks itu barang jualan, nikmat yang dicari | didalam Islam wanita begitu dimuliakan, mendekati zina aja dilarang


invasi budaya demikian derasnya, sementara akidah didangkalkan | sukses pornografi ini karena individu, jamaah, dan negara kita lemah


karenanya Islam menguatkan individu dengan akidah, jamaah dengan amar maruf nahi munkar, dan negara dengan penerapan syariat Islam :)


untuk individu, disini peran orangtua dan keluarga | senantiasa mendidik anak-anaknya jauh dari setiap bahaya


untuk jamaah, disini pentingnya lembaga, kelompok dan gerakan dakwah | menyeru yang baik dan mencegah secara nyata lewat kata dan amal


dan bagi negara, ini yang paling efektif, penerapan syariat Islam | yang akan meregulasi negara sesuai syariat, termasuk anti-pornografi


contoh, dalam sistem kapitalis yang sekarang, zina bisa dilokalisasi, haduh | dalam sistem Islam, zina itu dosa besar yang harus dicegah


maka tidak ada solusi menyeluruh selain kembali pada aturan Allah | penerapan syariat Islam secara total di dalam level regulasi negara


sekarang, tentu setuap usaha individu dan jamaah, termasuk MenSos, kita dukung | berantas pornografi semaksimal kita, selamatkan ummat


semoga Allah kuatkan MenSos kita memperhatikan urusan genting ini | pornografi yang merusak, dan menguatkan beliau dengan solusi Islam :)

 

repost;felix siauw

 
kita bersedih karena manusia, namun 'biasa' saja saat maksiat | senang karena dunia, tapi 'biasa' saja saat ditawari akhirat :(

buat nikmat hidup tiada hitungan, buat akhirat hitungan dan alasan | padahal semua akan ditinggalkan, untuk yang kekal tiada persiapan

:(

hujani orang lain dengan celaan, buat sendiri selalu ada pembenaran |  mengaku Rasulullah teladan, tapi mencontoh lisan baik kita

enggan

inginnya masuk surga, ibadah seadanya, malas-malasan | istighfar jarang, dosa diulang-ulang, maunya dapat ampunan? :(

maunya suami salih, tapi lewat jalan maksiat | pacaran masih dijalani, tapi maunya suami taat? :(

niatnya dekat dengan Allah, tapi aurat masih diumbar | maksiat masih bangga, bagaimana bisa sadar? :(

doa minta rezeki, maunya cepet dikabulkan | tapi ibadah ditunda, yang sunnah dilalaikan :(

berharap dapat yang baik-baik | tapi kita nggak baik-baik :(

istighfar dulu.. :(
repost;felix siauw

kebaikan

repost;felix siauw


kebaikan itu kebaikan, walau kecil mestilah didukung dan didoakan | yang baru mulai berhijab, disemangati agar syar'i, yang belum dibantu :)

karena bisa jadi senyuman kita, pujian kita, dukungan kita pada hijabnya | membuat dia istiqamah pada syariat dan ketaatan, baik-baiklah :)

amal itu setaraf dengan pemahaman, maka bantu yang baru hijrah pahami Islam | sabar, pelan-pelan, dulu kita belajar pun nggak mudah kan :)

setiap kebaikan itu dihargai, jangan dianggap tak bernilai | setiap kebaikan itu harus disyukuri, jangan lebih dulu dicaci maki :)

jadilah yang membantu kebaikan | jangan membuat orang ketakutan :)

orang paling baik pun bisa dicela

repost;felix siauw

 

di dunia ini, orang paling baik pun bisa dicela | dan bahkan, orang paling jahat sekalipun bisa dibela

maka mengapa kita khawatirkan penilaian manusia? | kelak di hari kiamat, hanya Allah yang punya kuasa

jaga saja lisan kita sesuai Al-Qur'an, maka dihadapan Allah kita aman | lisan orang tentang kita abaikan, masing-masing punya tanggungan

yang berbicara dibelakang, itu bukti engkau didepan | karena engkau diatas, karena itu ingin dijatuhkan

yang mereka inginkan engkau menoleh kebelakang | dan lupa bahwa tujuanmu adalah kedepan

dan ketika engkau balik menghina barulah mereka diam tertawa | mereka berhasil karena sekarang engkau sama rendahnya :)

perbanyak membaca Al-Qur'an agar paham bagaimana bersikap baik | teladanui Rasulullah agar kita membalas justru dengan akhlak baik

dan hal yang paling mendera bagi para pendengki | ialah bila engkau sama taatnya saat dicela dan dimaki :)

wanita bekerja itu mubah (boleh)

dalam Islam wanita bekerja itu mubah (boleh) | tapi kalau kerja harus buka kerudung, lakukan hal haram, untuk apa kerja? malah maksiat?

kerja itu wasilah jemput rezeki, dan selama masih hidup, rezeki pasti ada | lha kalau dilarang kerudungan, iya sih rezeki, barakahnya?

kadang Muslimah merasa rezeki cuma dari situ-situ aja, rela nggak kerudungan, padahal dapetnya juga nggak seberapa | lupa kalau Allah kaya

selalu ada pilihan bagi orang yang taat pada Allah | mungkin kalo kamu nggak ada pilihan, taatmu masih setengah-setengah, mungkiiin..

shalat, nutup aurat itu udah sepaket, jangan ditinggalin lantaran kerja | wong kita kerja supaya dapet rezeki barakah buat ibadah, ya gak?

tutup aurat yang istiqamah, dengan sendirinya jalan terbuka | Allah pasti buka jalan, bagi yang taat pada-Nya, yakiiin bangeeet..

jangan sampe deh, demi duluin jalan rezeki dibanding yang ngasi rezeki | kalo yang ngasi nggak berkenan, jalan manapun percuma kali...

duluin Allah, yang ngasi rezeki, jalannya bisa dari mana aja | nggak percaya? tanya aja sama yang udah hijabnya istiqamah, iya apa iya? :)

nggak ada yang berhijab lalu nyesel | kalo nyesel pun, NYESEL kenapa nggak dari dulu! setuju? RT dah! :D
repost; felix siauw

hepi aja..

kalau semua kebaikan orang lain tiba-tiba jadi masalah buatmu | itu tanda kamu perlu rekreasi dan refreshing :D

kalau setiap pernyataan orang lain kamu rasa perlu komentari | itu tanda kamu kurang perhatian dan kurang hiburan :)

belajar itu mudah, ambil yang baik-baiknya, yang buruk jadikan contoh | yang baik-baik ditiru, yang buruk-buruk cukup tau aja dan maafkan

jaga lisan, jaga amal, bila yang terlihat tak bisa dikendalikan | apalagi niat yang senantiasa berubah di dalam hati?

prasangka, tuduhan, koreksi, selalu tujukan pada diri sendiri dulu | kepada orang lain berbaik sangkalah, itu baik baginya, juga bagimu

hidup sudah nggak mudah, jangan ditambah-tambah | woles, adem, ayem, hepi aja.. 


repost; felix siauw

Hijab Alila originally shared:

 repost ; felix siauw
 
ketidaktahuan yang paling parah, adalah bila kita tak tahu bahwa kita tidak mengetahui, lalu kemudian mengarang-ngarang seolah-olah tahu, atau malah sok tahu

karenanya, belajar itu bagian kewajiban dalam Islam, untuk menghindarkan kebodohan, dan mendekatkan diri kita pada Allah, karena ilmu adalah nyawanya ibadah

dan pengetahuan yang paling baik, adalah mengetahui dirinya fakir ilmu, karenanya dia terus belajar dan belajar, memperbaiki dirinya dan ketaatan pada Allah

begitulah Muslimah yang dirindukan surga, yaitu yang senantiasa belajar dan memperbaiki diri, lalu berbagi pada orang lain agar ketaatan dilakukan berjamaah

masyaAllah :'D
 · 












terus menerus manusia tanpa berpuas mengejar sesuatu yang dia inginkan | hingga terlambat ia sadari bahwa semua itu bukan yang ia perlukan

kita menertawakan sesuatu yang kelak akan kita tangisi | mengumpulkan semua yang justru akan membebani

kita khawatir pada hal yang belum pasti | merasa aman dengan kematian yang sudah pasti

kita perbanyak diri bergantung pada manusia yang akan berakhir | tapi selalu abai pada Dia yang menguasai hari akhir

tak pernah merasa cukup adalah kelemahan dan kekuatan manusia | bila itu untuk ibadah beruntunglah kita bila untuk dunia matilah kita



by:felix siauw



About me

MENUJU MASA DEPAN

Photostream

Blogger templates