JANGAN TERTIPU PENAMPILAN
Sepekan yang lalu saya
berkunjung ke sebuah toko buku di kota Mukalla, ibukota Propinsi
Hadramaut. Buku-buku yang dijual di sana campur. Ada buku agama,
demikian juga buku-buku umum. Buku agamanya pun macam-macam, ada yang
ditulis oleh para ulama ahlussunnah, ada juga yang ditulis oleh selain
mereka.
Ada satu buku yang menarik untuk dibeli. Judulnya kalau
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, “Muhammad bin Shalih Al Utsaimin,
Ulama, Teladan, Murabbi, Syaikh yang Zuhud dan Penuh Kehati-hatian”.
Harganya 500 riyal, cukup mahal untuk buku yang tidak terlalu tebal
seperti itu.
Saya pun membeli buku tersebut. Dan ternyata memang
buku itu buku yang sangat bagus. Selain jadi lebih mengenal “kakek guru”
saya (karena beliau adalah guru dari Syaikhuna Abdullah Mar’ie), banyak
sekali perkara yang bisa diteladani dari biografi beliau ini. Bagaimana
akhlak beliau, cara mengajar, metodologi beliau dalam memberi fatwa dan
menulis karya ilmiah, dan banyak hal lainnya.
Salah satu yang
berkesan bagi saya adalah kisah pertemuan pertama beliau dengan Asy
Syaikh Muhammad Amin Asy Syinqithi, salah seorang ulama besar, ahli
tafsir dari negeri Syinqith, Mauritania (salah satu negara di Afrika).
Kisahnya begini…
Ketika
itu Asy Syaikh Ibnu Utsaimin masih menjadi seorang pelajar. Beliau
meninggalkan kota kelahiran beliau Unaizah dan juga meninggalkan guru
beliau Asy Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di karena ingin belajar
kepada Asy Syaikh Muhammad Amin Asy Syinqithi.
Ketika bertemu
untuk kali pertama dengan Asy Syaikh Asy Syinqithi di kelas, beliau
sempat kaget melihat penampilan Asy Syaikh Asy Syinqithi yang tampak
seperti orang badui, orang Arab dusun. Kampungan dan sama sekali tidak
tampak berwibawa. Terlintas di benak beliau, “Aku meninggalkan Asy
Syaikh As Sa’di untuk belajar kepada orang badui ini?” Asy Syaikh sudah
under-estimate dulu terhadap penampilan Asy Syaikh Asy Syinqithi.
Namun
begitu Asy Syaikh Asy Syinqithi memulai pelajarannya, nampaklah ilmu
Asy Syinqithi yang luas bagai samudera. Mulailah Asy Syaikh Al Utsaimin
mengambil faidah dari pelajaran yang beliau berikan dan meneladani
akhlaq serta budi pekerti Asy Syaikh Muhamad Amin Asy Syinqithi.
Saya
kemudian teringat dengan sosok Atho’ bin Abi Robah, salah seorang
tabi’in yang masyhur. Biografi beliau sering dibaca oleh mudarris,
pengajar hadits ketika kami belajar Shahih Al Bukhari di Syihir. Atho’
bin Abi Robah adalah budak Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Tubuhnya kurus, hitam, dan dekil. Matanya pun picak sebelah. Namun
biidznillah, berkat kesungguhan beliau dan demikian pula kerasnya
didikan Abdullah bin Abbas, beliau menjadi seorang ulama besar di
masanya. Sampai-sampai orang menjuluki beliau sebagai Sayyidul Fuqaha’
Hijaz, pemuka para ulama Hijaz (daerah Makkah-Madinah dan sekitarnya).
Dari
figur-figur seperti mereka ini hendaknya kita mengambil ibroh. Bahwa
seseorang itu tidaklah dinilai dari penampilannya. Tapi dari ilmu dan
keshalihannya. Sebagian ikhwah terkadang tidak mau menghadiri kajian
hanya karena penampilan ustadznya “kurang meyakinkan”. Padahal ilmu sang
ustadz begitu luas. Akhirnya luputlah dari mereka banyak faidah
diakibatkan memberikan penilaian hanya dari segi penampilan.
Sebaliknya
betapa banyak orang-orang yang penampilannya begitu meyakinkan, tampil
layaknya seorang alim, tapi begitu berbicara ketahuan bahwa ilmunya
tiada. Nas’alullah as salaamah wal ‘aafiyah.
Ini mungkin sedikit
faedah yang bisa kita peroleh dari kisah Asy Syaikh Muhammad bin Shalih
Al Utsaimin. Semoga bisa bermanfaat, wallahu a’lam bis shawaab.
Darul Hadits Syihir semoga Allah menjaganya Hadramaut, malam Kamis 24 Syawwal 1432- 21 September 2011.
Oleh: Oleh: Wira Mandiri Bachrun

0 comments:
Post a Comment